Abstrak
Flebitis
adalah inflamasi vena
yang disebabkan baik oleh iritasi kimia ataupun mekanik. Hal ini
dikarakteristik dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah
penusukan atau sepanjang vena, dan pembengkakan. Pemasangan infus yang tidak
sesuai dengan standar akan menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi antara
lain terjadinya flebitis, beban cairan berlebih, perdarahan, dan infeksi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan factor-faktor resiko
terjadinya komplikasi lokal (flebitis) pada pasien yang menggunakan infus di
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi tahun 2008. Penelitian ini
dilakukan dengan desain analisis deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 36
orang responden (pasien
dan perawat), pasien yang
dirawat dan mendapatkan terapi intra vena (infus) di Rumah Sakit Stroke Nasional
(RSSN). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 3 Maret s/d 15 Maret 2008
Hasil
penelitian 77.8%
dari responden yang memakai infus di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Bukittinggi mengalami komplikasi (flebitis),
86,1 % responden tidak melakukan persiapan alat infuse
yang lengkap, 83,3 % responden tidak sesuai cara kerja pemasangan infuse pada
pasien, 88,9% responden tidak melakukan perawatan infuse pada pasien,
berdasarkan uji Chi Squer e dengan
derajat kesehatan p< 0.05 didapatkan hubungan yang bermakna antara persiapan
alat dengan kejadian feblitis dengan nilai p=0.005 dan OR=0,037, didapatkan
hubungan yang bermakna antara cara kerja pemasangan infuse dengan kejadian
feblitis dengan nilai p=0.014 dan OR=0.077, hubungan yang bermakna antara
perawatan infuse dengan kejadian feblitis dengan nilai p= 0.028 dan OR=0.06
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pelayanan
kesehatan yang dilakukan perawat untuk meningkatkan derajat kesehatan tidak
luput dari peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, ada tiga tindakan
yang dilakukan perawat yaitu:
Tindakan independen,
merupakan tindakan yang dilakukan secara mandiri oleh perawat dan tidak
tergantung pada orang lain.
Tindakan dependen, merupakan tindakan perawat
dalam melakukan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain, misal
dari perawat ahli kepada perawat biasa.
Tindakan interdependen, merupakan tindakan yang
dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim
satu dengan lainnya seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
yang mempunyai penyakit komplek. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim
perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya.
Pemasangan
infus merupakan tugas perawat dalam menjalankan fungsi tindakan interdependen
sebagai seorang perawat (Hidayat, 2007: 32).
Perawat
dirumah sakit sangat berperan untuk mencegah agar pasiennya terbebas
dari penyakit yang dideritanya, salah satu peran perawat dirumah sakit terhadap
pasien yang pasang infus adalah agar tidak terjadi komplikasi ketika dan selama
pemasangan infus.
Pemasangan
infus merupakan salah satu prosedur invasif dengan memasukkan jarum steril
kedalam jaringan tubuh untuk mendapatkan akses vena guna memulai dan
mempertahankan terapi cairan Intra Vena, Indikasi infus ini dilakukan pada pasien dengan dehidrasi, pasien sebelum
transfusi darah, pasien pasca bedah sesuai dengan program pengobatan, pasien
yang tidak bisa makan dan minum melalui mulut, pasien yang memerlukan
pengobatan dengan infus. Teknik steril harus dipertahankan karena klien
beresiko terhadap infeksi mana kala jarum suntik menusuk kulit (Perry & Potter , 2000: 539).
Pemasangan
infus yang tidak sesuai dengan standar akan menyebabkan terjadinya beberapa
komplikasi antara lain terjadinya flebitis, beban cairan berlebih, perdarahan,
dan infeksi. Infeksi yang
terkait dengan pemberiaan infus disebabkan oleh kontaminasi system intravena,
tempat fungsi vena, atau larutan sendiri (Perry & Potter, 2006: 1665).
Perawat
bertanggung jawab menyediakan lingkungan yang aman bagi klien. Keefektifan
kontrol infeksi bergantung pada sifat dan konsistensi dalam menggunakan teknik
aseptik, dan perawatan berkala agar tidak menimbulkan komplikasi pada pasien
yang mendapatkan terapi intra vena (infus).
Yang terpenting
dari tindakan yang dilakukan kepada klien bagi seorang perawat adalah apabila
standar tindakan dan perawatan sudah diikuti dengan benar maka kemungkinan
resiko bagi klien dapat dihindari (Perry & Potter, 2006: 996).
Flebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan baik oleh
iritasi kimia ataupun mekanik. Hal ini dikarakteristik dengan adanya daerah
yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, dan
pembengkakan. Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur
intra vena, komposisi cairan atau obat yang di infuskan (terutama pH dan
kekentalannya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur intra
vena yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan. Berdasarkan data pendokumentasian
yang dilakukan oleh ruangan neurologi diperoleh data pasien yang pasang infus di ruang neurologi Rumah Sakit Stroke Nasional pada
bulan April sampai dengan Juli 2007 sebanyak 76 orang, dengan angka kejadian
flebitis sebanyak 26 orang (34.21%).
Dari hasil survei peneliti sendiri pada tanggal 26 – 31 Januari 2008
didapatkan data sebagai berikut, pasien yang mendapatkan terapi intra vena
sebanyak 17 orang setelah di observasi selama lima hari ditemukan pasien yang
mengalami komplikasi flebitis sebanyak 7 orang (41.48%), dengan pelaksanaan SOP
pemasangan infus oleh perawat sebesar 85% dilakukan dari keseluruhan item yang
terdapat pada SOP pemasangan infus yang telah ditetapkan.
Dari data
diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitiaan tentang factor-faktor resiko
terjadinya komplikasi lokal (flebitis) pada pasien yang menggunakan infus di
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi tahun 2008.
1.2 Tujuan
Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan
faktor-faktor resiko komplikasi dengan angka kejadian flebitis pada pasien yang
memakai infus di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi tahun 2008.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Diketahui distribusi frekuensi persiapan alat
pemasangan infus.
2. Diketahui distribusi frekuensi cara
kerja/tindakan pemasangan infus.
3. Diketahui distribusi frekuensi perawatan
infus.
4. Diketahui distribusi frekuensi kejadian
flebitis pada pasien yang memakai infus.
5. Mengetahui adanya hubungan antara persiapan alat pemasangan
infus terhadap terjadinya flebitis.
6. Mengetahui adanya hubungan
antara cara kerja/tindakan pemasangan infus terhadap
terjadinya flebitis.
7. Mengetahui adanya hubungan antara perawatan infus
terhadap terjadinya flebitis.
2. TAHAP
PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Deskriptif Analitik, yaitu mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian feblitis pada pasien yang
terpasang infuse di di
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi. Sedangkan desain penelitiannya adalah dengan
pendekatan Crossectional, yaitu variabel independen dan variabel dependen dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan
hasilnya dapat memberikan hubungan antara dua variabel tersebut (Notoatmodjo,
2005).
Sampel yang akan digunakan adalah perawat yang melakukan tindakan
pemasangan infus beserta klien yang dipasang/memakai infus dan dirawat di Rumah
Sakit Stroke Nasional Bukittinggi, dengan kriteria
sebagai berikut:
Perawat
1. Bertugas di Rumah
Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.
2. Bersedia menjadi responden.
3. Tidak dalam keadaan cuti.
4. Berada di lokasi saat penelitian.
Klien
1. Klien yang mendapatkan
terapi infus (NaCl 0.9%, Ringer Laktat, dekstrose 5%, dan KA-EN 3B) di Rumah
Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.
2. Bersedia menjadi responden.
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan
kebetulan bertemu atau tersedia (Notoatmojo,2005). Yaitu berdasarkan lama waktu
penelitian selama 1 bulan di mulai dari tanggal 11 Maret - 8 April 2010
didapatkan jumlah responden sebanyak 36 pasang (perawat dan pasien)
Sebelum pengumpulan data dan penelitian sebelumnya
peneliti melakukan uji coba kuesioner terlebih dahulu kepada responden
berdasarkan atas pertanyaan yang akan di tanyakan sekaligus secara observasi
kepada responden. Setelah proses itu selesai peneliti kemudian melakukan
penelitian langsung kepada responden. Peneliti mengobservasi secara langsung
persiapan alat, cara kerja, serta perawatan infus dalam hal upaya pencegahan terjadinya
Flebitis,
Lembaran observasi diisi langsung
dan diolah oleh peneliti, jumlah item observasi adalah 35 item. Kritikal
point yang dimaksud adalah item yang dapat diabaikan Karakteristik dari flebitis itu ditandai dengan
adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau
sepanjang vena, dan pembengkakan, yang dilakukan oleh peneliti sebanyak 4 kali
observasi dalam 4 hari untuk setiap orang responden, dengan alat ukur berupa format
cheklis yang telah disusun dan dikelompokan dalam kategori-kategori sebagai
berikut, Persiapan alat yang mana terdiri dari 10 item, cara kerja berjumlah 16
item, perawatan infus terdiri atas 5 item, dan flebitis terdiri atas 4 item.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi non partisipasi dan mengamati langsung
sambil mengobservasi responden dalam pelaksanaan tindakan infus sebanyak 4 kali
observasi dalam 4 hari untuk setiap orang responden dengan memakai system
cheklis, dimana setiap tindakan yang dilakukan oleh responden dicheklis “Ya”
dan begitu pula sebaliknya tindakan yang tidak dilakukan dicheklis “Tidak”,
setelah itu data yang didapatkan dideskripsikan dengan menggunakan skala yang
telah ditetapkan.
Dalam
hal ini untuk melihat hubungan tersebut dilakukan perhitungan statistik yang
menggunakan uji Chi-square
(x2), dengan derajat kepercayaan (α)
0.05%.
Jika
probabilitas hasil uji Chi-square P value < 0.05 maka dikatakan
bermakna dan demikian pula sebaliknya bila P value > 0.05.
Hasil analisa hubungan persiapan alat
terhadap terjadinya flebitis diperoleh bahwa ada sebanyak 27 (87.1%)
responden yang persiapan alatnya tidak lengkap mengalami flebitis,
sedangkan diantara responden yang persiapan alatnya sudah lengkap ada 1 (20.0%)
responden yang mengalami flebitis.
Dari hasil uji
statistik diperoleh nilai P = 0.005 kecil dari 0.05, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persiapan alat dengan
terjadinya flebitis. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR = 0.037
artinya responden yang memakai infus berpeluang mengalami flebitis 0.037
kali jika persiapan alatnya tidak lengkap dibandingkan dengan responden yang
persiapan alatnya lengkap
5. SARAN
Diharapkan
penelitian ini dapat menjadi masukan atau pedoman bagi peneliti dalam
melaksanakan tindakan keperawatan yang lebih baik dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan ditempat peneliti bertugas
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul, 1986.Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.
Candra,
Budiman, 2007.Pengantar
Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.
Ediyono,
Setijati H, 1999.Prinsip-prinsip Lingkungan dalam Pembangunan yang
Berkelanjutan. Jakarta : DEPDIKBUD.
Fardiaz, Srikandi,
200.Polusi Air & Udara. Yogyakarta : Kanisius.
Hardjowigeno,
Sarwono, 2003.Ilmu
Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo.
Notoatmodjo,
Soekidjo, 200.Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Pandu, Yudha,
2006.Undang-undang RI
No. 23 tentang kesehatan. Jakarta : Indonesia Legal Center.
Salmariza, dkk,
2005Penggunaan Sistem
Flanzenklaranlage untuk meminimalisasi Limbah Cair. Padang : Laporan
hasil penelitian pengembangan teknologi industri
Setiawan, Ahmad
Soleh, 2007.Wetland di akses dari http : // www. info@lib.itb.ac.id
Soejono, 1996.
Hukum Lingkungan dan Peranannya
dalam Pembangunan. Jakarta : Rineka Cipta.
Soeparman &
Soeparmin, 2001.Pembuangan Tinja & Limbah Cair. Jakarta : EGC.
Soerjani
dkk, 1987.Scirpus grossus di akses dari http : // www.fao.org.
Slamet,
Juli Soemirat, 2004.Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University
Suriawiria,
Unus, 1996.Air
dalam Kehidupan dan Lingkungan yang sehat. Bandung : Alumni.
Wardhana, Wisnu Arya, 2004.Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : ANDI
Wijayanti, 2004.Constructed Wetland diakses dari http : // www. Wikipedia. com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar