ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dukungan keluarga dan karakteristik lansia dengan kejadian stroke
pada lansia hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Perkotaan Bukittinggi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross
sectional dengan 143 sampel yang diambil secara simple random sampling. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian
menunjukkan, dengan α<0,05, ada hubungan antara dukungan emosional,
penghargaan, informasi, instrumental keluarga, suku dan pendidikan dengan
kejadian stroke pada lansia hipertensi. Suku merupakan faktor yang dominan
berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi setelah dikontrol
oleh variabel dukungan keluarga dan pendidikan lansia. Dalam perawatan lansia
hipertensi di rumah perlu memberdayakan keluarga dan pendekatan dengan tokoh
adat agar dapat mencapai derajat kesehatan yang lebih optimal.
Kata kunci: Dukungan keluarga,
karakteristik lansia, stroke pada lansia hipertensi, keperawatan
ABSTRACT
The purpose of this research was to
identify the correlation between family support and characteristic
of elderly people with stroke incidence on elderly people with hypertension in Bukittinggi
Perkotaan health centers working area. This research is done by using cross
sectional approach of 143 people taken randomly using simple random sampling. The data is analyzed by using chi-square test. From the data analysis,
it has been recognized that there is a correlation between emotional support,
appreciation, information, instrumental family support, ethnicity, and
education with stroke incidence on elderly people with hypertension (α <
0,05). Ethnicity is the dominant factor associated with stroke incidence on
elderly people with hypertension after controlled by the family support and
education of the elderly variables. This research concluded that elderly people
with hypertension require the support of family, so it can lower the incidence
of stroke. In providing nursing care on elderly people with stroke, it is
important to do empower families and approach to the traditional leaders in
order to achieve a more optimal health status of elderly people with stroke.
Keywords: Family support, the characteristics
of elderly, stroke on elderly people with hypertension, nursing.
LATAR BELAKANG
Menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Contantinides, 1994 dalam Nugroho, 2000). Ini berarti lansia identik
dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Menurut
Friedman, Bowden dan Jones (2003), prevalensi penyakit kronik cukup tinggi pada
populasi lansia.
Kelompok
lansia dengan hipertensi termasuk dalam populasi rentan (vulnerable populations). Flaskerud
dan Winslow (1998, dalam Stanhope & Lancaster, 2004) mengatakan bahwa
populasi rentan adalah kelompok sosial yang mempunyai risiko atau kerentanan
yang tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan. Seseorang yang mengalami
hipertensi yang terus menerus dan tidak mendapatkan pengobatan dan pengontrolan
secara tepat, menyebabkan jantung seseorang bekerja ekstra keras. Tekanan darah
yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk terjadinya stroke (http://id.wikipedia.org,
2011).
Untuk
menghindari terjadi komplikasi pada lansia hipertensi, perlu adanya
pengontrolan tekanan darah dan perubahan perilaku gaya hidup (Prijoyo;
Hardi dalam Wijaya (2010). Lansia yang sudah mengalami
penurunan fungsi baik itu fisiologis maupun psikologis dan memiliki penyakit
kronik sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari orang lain. Menurut Campbell
(2000, dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003), keluarga merupakan penyedia
pelayanan kesehatan utama bagi pasien yang mengalami penyakit kronik. Keluarga
merupakan satu-satunya tempat yang sangat penting untuk memberikan dukungan,
pelayanan serta kenyaman bagi lansia (Depkes RI, 2003) dan anggota keluarga juga merupakan sumber
dukungan dan bantuan paling bermakna dalam membantu anggota keluarga yang lain
dalam mengubah gaya hidupnya (Friedman, Bowden & Jones, 2003).
METODOLOGI
Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Responden pada penelitian ini adalah 143 lansia
hipertensi yang menetap dengan keluarga
di wilayah kerja Puskesmas Perkotaan Bukittinggi. Metode pengambilan
sampel dengan teknik simple random
sampling. Kuesioner yang digunakan untuk menilai dukungan keluarga pada
penelitian ini dimodifikasi dari kuesioner Zulfitri (2006) yang meneliti
tentang hubungan dukungan keluarga dengan perilaku lansia hipertensi dalam
mengontrol kesehatannya.
HASIL PENELITIAN
Hasil
penelitian ini menjawab seluruh tujuan penelitian yang mengidentifikasi kejadian
stroke pada lansia hipertensi, dukungan keluarga (emosional, penghargaan,
informasi dan instrumental), karakteristik (jenis kelamin, usia, suku dan
pendidikan) lansia hipertensi, hubungan dukungan keluarga dengan kejadian
stroke pada lansia hipertensi, hubungan karakteristik lansia dengan kejadian
stroke pada lansia hipertensi serta faktor yang dominan berhubungan dengan
kejadian stroke pada lansia hipertensi.
Distribusi
kejadian stroke pada lansia hipertensi menunjukkan bahwa dari 143 lansia
hipertensi, 26 orang (18,2%) yang terjadi stroke. Lebih dari sebagian lansia
hipertensi telah mendapatkan dukungan keluarga yang baik. Masing-masing adalah
dukungan emosional (53,1%), dukungan penghargaan (54,5%), dukungan informasi
(53,1%), dukungan instrumental (50,3%). Sebagian besar lansia hipertensi
berjenis kelamin perempuan (66,4%), usia lansia hipertensi sebagian besar
termasuk dalam kategori lansia dini (60-74 tahun) (74,1%), sebagian besar
lansia hipertensi bersuku Minang (74,8%), dan sebagian besar lansia hipertensi
berpendidikan rendah (70,6%).
Analisis
bivariat menunjukkan ada hubungan antara dukungan emosional keluarga dengan
kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,001;α=0,05;OR=4,9), ada hubungan
antara dukungan penghargaan keluarga dengan kejadian stroke pada lansia
hipertensi (p=0,013;α=0,05;OR=3,3), ada hubungan antara dukungan informasi
keluarga dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,006;α=0,05;OR=3,9),
dan ada hubungan antara dukungan instrumental keluarga dengan kejadian stroke
pada lansia hipertensi (p=0,004;α=0,05;OR=4,3). Selanjutnya tidak ada hubungan
antara jenis kelamin lansia dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi
(p=0,573;α=0,05), tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian stroke pada
lansia hipertensi (p=0,702;α=0,05). Ada hubungan antara suku dengan kejadian
stroke pada lansia hipertensi (p=0,043;α=0,05;OR=4,9) dan ada hubungan antara
pendidikan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi
(p=0,014;α=0,05;OR=6,2). Analisis multivariat menunjukkan bahwa suku merupakan
faktor yang dominan berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi
setelah dikontrol dengan variabel dukungan emosional keluarga, dukungan
penghargaan keluarga, dukungan informasi keluarga, dukungan instrumental
keluarga dan variabel pendidikan lansia.
PEMBAHASAN
Hubungan dukungan
keluarga dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara semua dukungan keluarga yaitu
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan
instrumental dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi. Semakin baik
dukungan yang diberikan keluarga kepada lansia hipertensi akan semakin
menurunkan risiko terjadinya stroke pada lansia hipertensi.
Menurut
Nugroho (2000), lansia dihadapkan dengan penurunan fungsi tubuh dan
meningkatnya sensitivitas emosional seperti rasa sedih, putus asa, harga diri
rendah, cemas dan perasaan tidak berguna. Perubahan ini akan mempengaruhi
perilaku lansia dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatannya. House
(1994, dalam Setiadi, 2008) mengatakan bahwa lansia sangat membutuhkan dukungan
emosional sehingga lansia merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi
masih ada orang lain yang memperhatikan, mendengar dan membantu memecahkan
masalah yang terjadi.
Berdasarkan
hal tersebut, lansia yang mendapatkan dukungan emosional seperti memberikan
rasa aman, cinta kasih dan semangat akan dapat meningkatkan motivasi lansia
dalam berperilaku kearah yang lebih baik. Hal ini didukung oleh penelitian
Zulfitri (2006), yang menemukan adanya hubungan antara dukungan emosional
keluarga dengan perilaku lansia hipertensi dalam mengontrol kesehatannya. Oleh
sebab itu keluarga hendaknya memberikan dukungan emosional yang baik kepada
lansia hipertensi seperti memberikan perhatian terhadap kondisi lansia,
memberikan kasih sayang saat menghadapi lansia sehingga angka kejadian stroke
dapat diturunkan.
Friedman, Bowden dan
Jones (2003) menyebutkan bahwa dukungan penghargaan keluarga dapat meningkatkan
status psikososial anggota keluarganya. Ini berarti bahwa lansia hipertensi
yang mendapatkan dukungan penghargaan berupa pemberian dorongan, bimbingan, dan
umpan balik akan merasa masih berguna dan berarti untuk keluarga sehingga akan
meningkatkan harga diri dan motivasi lansia dalam upaya meningkatkan status
kesehatannya seperti yang disebutkan oleh Fitriani (2009), bahwa perasaan diterima
oleh orang lain akan mempengaruhi derajat kesehatan lansia.
Hal
ini juga dibuktikan oleh penelitian Zulfitri (2006) yang menemukan adanya
hubungan antara dukungan penghargaan keluarga dengan perilaku lansia hipertensi
dalam mengontrol kesehatannya. Semakin baik dukungan penghargaan keluarga
terhadap lansia hipertensi akan semakin baik pula perilaku lansia hipertensi
dalam mengontrol kesehatannya. Oleh sebab itu, keluarga harus memberikan
dukungan penghargaan berupa umpan balik, membimbing dan membantu memecahkan
masalah yang dihadapi lansia sehingga angka kejadian stroke dapat diturunkan.
Hasil
penelitian Zulfitri (2006) juga menemukan adanya hubungan antara dukungan
informasi keluarga dengan perilaku lansia hipertensi dalam mengontrol
kesehatannya. Berdasarkan hal ini, berarti lansia hipertensi yang mendapatkan
dukungan informasi yang baik akan meningkatkan perilaku lansia hipertensi juga
dalam mengontrol kesehatannya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Friedman,
Bowden dan Jones (2003), yang mengatakan bahwa lansia yang mendapatkan dukungan
informasi yang cukup akan termotivasi untuk tetap menjaga kondisi kesehatan
menjadi lebih baik. Ini berarti, keluarga harus
memberikan saran, nasehat dan informasi yang cukup kepada lansia hipertensi
terkait dengan penyakit dan perawatannya sehingga dapat menurunkan risiko
terjadinya stroke pada lansia hipertensi.
Miller (1995)
mengatakan bahwa lansia yang memiliki penyakit kronik membutuhkan bantuan dalam
memenuhi kebutuhan sehari hari seperti harus melakukan perubahan gaya hidup,
menjalani pengobatan, adanya pengeluaran untuk obat-obatan. Sementara itu,
lansia sudah memasuki masa pensiun atau tidak lagi bekerja, sehingga sumber
penghasilan atau pendapatan menjadi berkurang. Watson (2003) juga mengatakan
bahwa lansia juga mengalami penurunan fungsi tubuh sehingga kemandirian lansia
menjadi berkurang. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa lansia
hipertensi yang mendapatkan dukungan instrumental yang baik dari keluarga akan
dapat menjaga dan mengontrol kesehatannya. Hal ini didukung oleh penelitian
Tsouna, et al., (2000) yang menunjukkan bahwa dukungan instrumental dapat
meningkatkan status fungsional pada
pasien stroke. Oleh sebab itu, keluarga harus memberikan bantuan kepada lansia
hipertensi berupa tenaga, dana maupun waktu sehingga risiko terjadinya stroke
pada lansia hipertensi dapat dikurangi.
Hubungan
karakteristik lansia dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada ada hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan
kejadian stroke pada lansia hipertensi. Menurut analisa peneliti hal ini
mungkin disebabkan karena adanya faktor kepatuhan. Seperti hasil penelitian
Yetti (2007), yang menemukan bahwa lebih banyak lansia perempuan yang tidak
patuh dalam pelaksanaan diit hipertensi sehingga lansia perempuan lebih
berisiko untuk terjadi stroke. Untuk usia kejadian stroke, saat ini adanya
perubahan usia yang menderita stroke. Stroke tidak hanya menyerang orang lanjut
usia, tetapi sudah banyak menyerang orang yang masih berusia muda seperti yang
disampaikan oleh Hadril (2003, dalam Chaniago, 2003), bahwa berdasarkan data
dari RSSN Bukittinggi selama 2002, diketahui jumlah penderita stroke dalam usia
produktif (20-50 tahun) mencapai 24,34%. Orang muda berusia 20 tahun, yang
tidak menjaga pola makan dan jarang berolahraga juga rentan terkena stroke.
Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa ada hubungan antara suku dan pendidikan dengan kejadian
stroke pada lansia hipertensi. Blais et al. (2002), mengatakan bahwa budaya
mempengaruhi status kesehatan dan perilaku seseorang. Masyarakat bersuku Minang
memiliki pola kebiasaan makan makanan yang berlemak seperti yang disampaikan
oleh Hadril (2003, dalam Chaniago, 2003), bahwa masyarakat Minang suka makan
makanan berlemak yang berasal dari santan kelapa, lemak daging dan jeroan,
sehingga risiko menderita stroke. Hal ini didukung pula oleh penelitian Djuwita
(2001), yang menemukan bahwa responden yang bersuku Minang memiliki jumlah yang
paling sedikit untuk mengkonsumsi sayur namun memiliki jumlah terbanyak untuk
mengkonsumsi makanan protein hewani, dan santan kelapa dibandingkan dengan suku
Sunda, Jawa dan Bugis. Seperti yang diketahui bahwa, diet dengan tinggi lemak
dan kurangnya sayur dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke (Lewis et al,
2007).
Berdasarkan hal
tersebut, lansia hipertensi yang bersuku Minang
berisiko untuk terjadinya stroke. Ditambah lagi dengan sulitnya bagi masyarakat
Minang untuk merubah kebiasaan pola makan tersebut seperti yang dibuktikan oleh
penelitian kualitatif Fitriani (2005), bahwa tidak banyaknya perubahan gaya
kebiasaan makan lansia Minangkabau yang menderita hipertensi sebelum dan
setelah sakit. Fitriani juga mengatakan bahwa selain gaya kebiasaan makan, ada
juga faktor gaya hidup yang kurang beraktifitas dan kebiasaan merokok terutama
pada lansia laki-laki, kebiasaan minum kopi dan stres.
Ada hubungan antara
pendidikan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi dapat disebabkan
karena lansia yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi telah memiliki
informasi yang cukup terkait dengan penyakit dan perawatannya sehingga lebih
dapat melakukan pencegahan dengan berperilaku gaya hidup yang lebih sehat
seperti yang dikatakan oleh Lueckenotte (2000), bahwa tingkat pendidikan
seseorang dapat mempengaruhi kemampuan mendengar, menyerap informasi,
menyelesaikan masalah, perilaku serta gaya hidup.
Hal ini dibuktikan juga
oleh penelitian Shu & Yea (2003), bahwa adanya hubungan antara fungsi
kognitif dengan tingkat pendidikan lansia. Semakin tinggi tingkat pendidikan,
semakin tinggi fungsi kognitifnya. Sementara itu, kemampuan kognitif seseorang
akan membentuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berkaitan dengan
penyakit dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk menjaga kesehatan diri
sendiri (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan
bahwa lansia hipertensi yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah akan
kurang memahami tentang penyakitnya sehingga tidak dapat menjaga kesehatannya
sendiri sehingga lansia hipertensi akan berisiko untuk mengalami stroke.
Faktor
yang dominan berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi
Hasil analisis
multivariat pada penelitian ini menunjukkan bahwa suku merupakan variabel yang
dominan berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi karena
memiliki nilai OR yang terbesar yaitu 5,321. Hal ini berarti bahwa lansia
hipertensi yang bersuku Minang akan berisiko untuk terjadinya stroke sebesar 5,3
kali lebih tinggi dibandingkan lansia hipertensi yang bersuku bukan Minang
setelah dikontrol variabel dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
informasi, dukungan instrumental dan pendidikan.
SIMPULAN
DAN SARAN
Dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan instrumental keluarga
berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi. Ini berarti untuk
menurunkan tingginya angka kejadian stroke, keluarga hendaknya memberikan
dukungan yang baik kepada lansia hipertensi seperti memberikan perhatian, kasih
sayang, cinta kasih, penghargaan, saran, arahan dan informasi yang penting yang
dibutuhkan lansia, memberikan tempat yang nyaman, makanan, waktu dan fasilitas
yang mendukung dan dibutuhkan oleh lansia dalam pemeliharaan kesehatannya. Kegiatan
promosi kesehatan berupa sosialisasi terkait dengan hipertensi lebih digiatkan
lagi, tidak hanya berfokus pada lansianya saja tetapi harus melibatkan atau
mengikusertakan keluarga dalam setiap kegiatan. Informasi yang diberikan terkait
dengan penyakit hipertensi dan juga bagaimana gaya hidup dan pola makan yang
sehat untuk masyarakat umumnya dan lansia hipertensi. Bagi penelitian
selanjutnya, mungkin perlu dilihat pengaruh pengetahuan lansia dan pengetahuan keluarga
terhadap dukungan yang diberikan. Selain itu perlu juga dilihat faktor dari gaya
hidup dari lansia itu sendiri. Perlu mengidentifikasi lebih mendalam tentang
faktor budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan lansia hipertensi.
DAFTAR REFERENSI
Andersen,
K.K., Andersen, Z.J., & Olsen, T.S. (2010). Age-and gender-specific
prevalence of cardiovascular risk factors in 40.102 patients with first-ever
ischemic stroke: a nationwide Danish study. Stroke,
41(12): 2768-74.
Black,
J.M., & Hawks, J.H. (2009). Medical-surgical
nursing: Clinical management for positive outcomes. Eight edition.
Singapore: Saunders Elsevier.
Blais,
K.K et al. (2002). Profesional nursing
practice: Concept and perspective. Fourth edition. New Jersey: Pearson
Education
Bomar, P.J. (2004). Promoting health in families: Applying family research and theory to
nursing practice. Philadelphia
: W.B. Saunders Company
Chaniago,
Z. (2003). Pola makan masyarakat Sumbar
beresiko. http://www.mail-archive.com,
diperoleh 18 Februari 2011
Depkes
RI. (2003). Pedoman perawatan kesehatan
usia lanjut di rumah. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Djuwita,
R. (2001). Nutrient intake pattern and
their relations to lipid profiles in diverse ethnic population.
Dissertation FKM UI Jakarta.
Fitriani,
E. (2005). Pola kebiasaan makan penderita
hipertensi lanjut usia pada orang Minangkabau di Jakarta. http://eprints.ui.ac.id/eprint/33171,
diperoleh 4 Februari 2011.
Fitriani,
E. (2009). Lansia dalam keluarga dan
masyarakat. http://erdafitriani.wordpress.com,
diperoleh tanggal 9 Juni 2011
Friedman,
M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2003). Family nursing: Research, theory and practice. Fifth edition. New
Jersey: Prentice Hall.
Kaakinen,
J.R., Duff, V.G., Coehlo, D.P., & Hanson, S.M.H. (2010). Family health care nursing: Theory, practice
and research, 4th edition. Philadelphia: F.A Davis Company
Kristiyawati,
S.P. (2008). Analisis faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian stroke di RS panti wilasa citarum semarang.
Tesis FIK UI Jakarta, tidak dipublikasikan
Lewis,
S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.R.,
O’Brien, P.G., Bucher, L. (2007). Medical-Surgical
nursing: Assessment and Management of clinical problems. Seventh edition.
Volume 2. St.Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Miller,
C.A. (1995). Nursing care of older
adults: Theory and practice. Second edition. Philadelphia: Lippincott
Company.
Nugroho,
W. (2000). Keperawatan gerontik.
Jakarta: Gramedia
Purwanto,
H. (2002). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perawatan yang dilakukan
keluarga pada lansia di kecamatan pesisir Lamongan. Jurnal penelitian Poltekkes Surabaya. 1(1), 33-39
Rebecca
& Murti, B. (2007). Hubungan antara
tingkat pendidikan dan hipertensi pada wanita di Kabupaten Sukoharjo. http://eprints.ums.ac.id,
diperoleh tanggal 19 Maret 2011.
Setiadi. (2008). Konsep
& Proses: Keperawatan keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Shu, C.J.Y., & Yea, Y.L. (2003). Influence of
social support on cognitive function in the elderly. Journal BMC Health service research. 3(9)
Sitorus,
R.J., Hadisaputro, S., Kustiowati, E. (2006). Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke pada usia muda
kurang dari 40 tahun, http://eprints.undip.ac.id,
diperoleh tanggal 19 Maret 2011.
Stanhope,
M., & Lancaster, J. (2004). Community
& public health nursing. Sixth edition. St Louis Missouri: Mosby.
Stanley,
M., Blair, K.A., & Beare, P.G. (2005). Gerontological
nursing: Promoting successful aging
with older adults. Third edition. Philadelphia: F.A Davis Company.
Tsouna-Hadjis,
E., Vemmous, K.N., Zakopoulos, N., & Stamatelopoulos, S. (2000).
First-stroke recovery process: the role of family social support. Archive of Physical Medicine &
Rehabilitation, 81(7)
Tyson,
S.R. (1999). Gerontologi nursing care.
Philadelphia: WB. Saunders Campany.
Watson, R. (2003). Perawatan pada lanjut usia.
Jakarta: EGC
Wijaya,
R. (2010). Pada usia lanjut tekanan darah
harus terkontrol. http://www.dradio1034fm.or.id,
diperoleh 4 Februari 2011
Yetti,
H. (2007). Hubungan karakteristik,
dukungan keluarga dan hasil pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diit
hipertensi lansia di kelurahan Paseban kecamatan Senen Jakarta Pusat. Tesis
FIK UI Jakarta, tidak dipublikasikan.
Zhang,
Y., Zhang, X., Liu, L., & Zanchetti, A. (2010). Effect of individual risk
factor on the residual risk of cardiovascular events in a population of treated
Chinese patient with hypertension: data from the Felodipine Event Reduction
(FEVER) study. Journal of Hypertension,
28(10), 2016-25
Zulfitri,
R. (2006). Hubungan dukungan keluarga
dengan perilaku lanjut usia hipertensi dalam mengontrol kesehatannya di wilayah
kerja puskesmas Melur Pekanbaru. Tesis FIK UI Jakarta, tidak
dipublikasikan.
*Ns.
Yenni, S.Kep: Dosen STIKes Fort De Cock Bukittinggi
**Sigit
Mulyono, S.Kp, MN: Dosen FIK UI Jakarta
***Luknis
Sabri, M.Kes: Dosen luar biasa FIK UI Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar