Baby Hello Kitty"), auto;}

create name

Profesional Nurse

"Tidak ada satupun di dunia ini, yang bisa di dapat dengan mudah. Kerja keras dan doa adalah cara untuk mempermudahnya."

Sabtu, 20 April 2013

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN KARAKTERISTIK LANSIA DENGAN KEJADIAN STROKE PADA LANSIA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERKOTAAN BUKITTINGGI




ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dukungan keluarga dan karakteristik lansia dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Perkotaan Bukittinggi. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan 143 sampel yang diambil secara simple random sampling. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan, dengan α<0,05, ada hubungan antara dukungan emosional, penghargaan, informasi, instrumental keluarga, suku dan pendidikan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi. Suku merupakan faktor yang dominan berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi setelah dikontrol oleh variabel dukungan keluarga dan pendidikan lansia. Dalam perawatan lansia hipertensi di rumah perlu memberdayakan keluarga dan pendekatan dengan tokoh adat agar dapat mencapai derajat kesehatan yang lebih optimal.

Kata kunci: Dukungan keluarga, karakteristik lansia, stroke pada lansia hipertensi, keperawatan

ABSTRACT
The purpose of this research was to identify the correlation between family support and   characteristic of elderly people with stroke incidence on elderly people with hypertension in Bukittinggi Perkotaan health centers working area. This research is done by using cross sectional approach of 143 people taken randomly using simple random sampling. The data is analyzed by using chi-square test. From the data analysis, it has been recognized that there is a correlation between emotional support, appreciation, information, instrumental family support, ethnicity, and education with stroke incidence on elderly people with hypertension (α < 0,05). Ethnicity is the dominant factor associated with stroke incidence on elderly people with hypertension after controlled by the family support and education of the elderly variables. This research concluded that elderly people with hypertension require the support of family, so it can lower the incidence of stroke. In providing nursing care on elderly people with stroke, it is important to do empower families and approach to the traditional leaders in order to achieve a more optimal health status of elderly people with stroke.

Keywords: Family support, the characteristics of elderly, stroke on elderly people with hypertension, nursing.


LATAR BELAKANG
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Contantinides, 1994 dalam Nugroho, 2000). Ini berarti lansia identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2003), prevalensi penyakit kronik cukup tinggi pada populasi lansia.
Kelompok lansia dengan hipertensi termasuk dalam populasi rentan (vulnerable populations). Flaskerud dan Winslow (1998, dalam Stanhope & Lancaster, 2004) mengatakan bahwa populasi rentan adalah kelompok sosial yang mempunyai risiko atau kerentanan yang tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan. Seseorang yang mengalami hipertensi yang terus menerus dan tidak mendapatkan pengobatan dan pengontrolan secara tepat, menyebabkan jantung seseorang bekerja ekstra keras. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk terjadinya stroke (http://id.wikipedia.org, 2011).
Untuk menghindari terjadi komplikasi pada lansia hipertensi, perlu adanya pengontrolan tekanan darah dan perubahan perilaku gaya hidup (Prijoyo; Hardi dalam Wijaya (2010). Lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi baik itu fisiologis maupun psikologis dan memiliki penyakit kronik sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari orang lain. Menurut Campbell (2000, dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003), keluarga merupakan penyedia pelayanan kesehatan utama bagi pasien yang mengalami penyakit kronik. Keluarga merupakan satu-satunya tempat yang sangat penting untuk memberikan dukungan, pelayanan serta kenyaman bagi lansia (Depkes RI, 2003) dan anggota keluarga juga merupakan sumber dukungan dan bantuan paling bermakna dalam membantu anggota keluarga yang lain dalam mengubah gaya hidupnya (Friedman, Bowden & Jones, 2003).
METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Responden pada penelitian ini adalah 143 lansia hipertensi yang menetap dengan keluarga  di wilayah kerja Puskesmas Perkotaan Bukittinggi. Metode pengambilan sampel dengan teknik simple random sampling. Kuesioner yang digunakan untuk menilai dukungan keluarga pada penelitian ini dimodifikasi dari kuesioner Zulfitri (2006) yang meneliti tentang hubungan dukungan keluarga dengan perilaku lansia hipertensi dalam mengontrol kesehatannya.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini menjawab seluruh tujuan penelitian yang mengidentifikasi kejadian stroke pada lansia hipertensi, dukungan keluarga (emosional, penghargaan, informasi dan instrumental), karakteristik (jenis kelamin, usia, suku dan pendidikan) lansia hipertensi, hubungan dukungan keluarga dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi, hubungan karakteristik lansia dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi serta faktor yang dominan berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi.
Distribusi kejadian stroke pada lansia hipertensi menunjukkan bahwa dari 143 lansia hipertensi, 26 orang (18,2%) yang terjadi stroke. Lebih dari sebagian lansia hipertensi telah mendapatkan dukungan keluarga yang baik. Masing-masing adalah dukungan emosional (53,1%), dukungan penghargaan (54,5%), dukungan informasi (53,1%), dukungan instrumental (50,3%). Sebagian besar lansia hipertensi berjenis kelamin perempuan (66,4%), usia lansia hipertensi sebagian besar termasuk dalam kategori lansia dini (60-74 tahun) (74,1%), sebagian besar lansia hipertensi bersuku Minang (74,8%), dan sebagian besar lansia hipertensi berpendidikan rendah (70,6%).
Analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara dukungan emosional keluarga dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,001;α=0,05;OR=4,9), ada hubungan antara dukungan penghargaan keluarga dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,013;α=0,05;OR=3,3), ada hubungan antara dukungan informasi keluarga dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,006;α=0,05;OR=3,9), dan ada hubungan antara dukungan instrumental keluarga dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,004;α=0,05;OR=4,3). Selanjutnya tidak ada hubungan antara jenis kelamin lansia dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,573;α=0,05), tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,702;α=0,05). Ada hubungan antara suku dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,043;α=0,05;OR=4,9) dan ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi (p=0,014;α=0,05;OR=6,2). Analisis multivariat menunjukkan bahwa suku merupakan faktor yang dominan berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi setelah dikontrol dengan variabel dukungan emosional keluarga, dukungan penghargaan keluarga, dukungan informasi keluarga, dukungan instrumental keluarga dan variabel pendidikan lansia.
PEMBAHASAN
Hubungan dukungan keluarga dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara semua dukungan keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan instrumental dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi. Semakin baik dukungan yang diberikan keluarga kepada lansia hipertensi akan semakin menurunkan risiko terjadinya stroke pada lansia hipertensi.
Menurut Nugroho (2000), lansia dihadapkan dengan penurunan fungsi tubuh dan meningkatnya sensitivitas emosional seperti rasa sedih, putus asa, harga diri rendah, cemas dan perasaan tidak berguna. Perubahan ini akan mempengaruhi perilaku lansia dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatannya. House (1994, dalam Setiadi, 2008) mengatakan bahwa lansia sangat membutuhkan dukungan emosional sehingga lansia merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mendengar dan membantu memecahkan masalah yang terjadi.
Berdasarkan hal tersebut, lansia yang mendapatkan dukungan emosional seperti memberikan rasa aman, cinta kasih dan semangat akan dapat meningkatkan motivasi lansia dalam berperilaku kearah yang lebih baik. Hal ini didukung oleh penelitian Zulfitri (2006), yang menemukan adanya hubungan antara dukungan emosional keluarga dengan perilaku lansia hipertensi dalam mengontrol kesehatannya. Oleh sebab itu keluarga hendaknya memberikan dukungan emosional yang baik kepada lansia hipertensi seperti memberikan perhatian terhadap kondisi lansia, memberikan kasih sayang saat menghadapi lansia sehingga angka kejadian stroke dapat diturunkan.
Friedman, Bowden dan Jones (2003) menyebutkan bahwa dukungan penghargaan keluarga dapat meningkatkan status psikososial anggota keluarganya. Ini berarti bahwa lansia hipertensi yang mendapatkan dukungan penghargaan berupa pemberian dorongan, bimbingan, dan umpan balik akan merasa masih berguna dan berarti untuk keluarga sehingga akan meningkatkan harga diri dan motivasi lansia dalam upaya meningkatkan status kesehatannya seperti yang disebutkan oleh Fitriani (2009), bahwa perasaan diterima oleh orang lain akan mempengaruhi derajat kesehatan lansia.
Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian Zulfitri (2006) yang menemukan adanya hubungan antara dukungan penghargaan keluarga dengan perilaku lansia hipertensi dalam mengontrol kesehatannya. Semakin baik dukungan penghargaan keluarga terhadap lansia hipertensi akan semakin baik pula perilaku lansia hipertensi dalam mengontrol kesehatannya. Oleh sebab itu, keluarga harus memberikan dukungan penghargaan berupa umpan balik, membimbing dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi lansia sehingga angka kejadian stroke dapat diturunkan.
Hasil penelitian Zulfitri (2006) juga menemukan adanya hubungan antara dukungan informasi keluarga dengan perilaku lansia hipertensi dalam mengontrol kesehatannya. Berdasarkan hal ini, berarti lansia hipertensi yang mendapatkan dukungan informasi yang baik akan meningkatkan perilaku lansia hipertensi juga dalam mengontrol kesehatannya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Friedman, Bowden dan Jones (2003), yang mengatakan bahwa lansia yang mendapatkan dukungan informasi yang cukup akan termotivasi untuk tetap menjaga kondisi kesehatan menjadi lebih baik. Ini berarti, keluarga harus memberikan saran, nasehat dan informasi yang cukup kepada lansia hipertensi terkait dengan penyakit dan perawatannya sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya stroke pada lansia hipertensi.
Miller (1995) mengatakan bahwa lansia yang memiliki penyakit kronik membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari hari seperti harus melakukan perubahan gaya hidup, menjalani pengobatan, adanya pengeluaran untuk obat-obatan. Sementara itu, lansia sudah memasuki masa pensiun atau tidak lagi bekerja, sehingga sumber penghasilan atau pendapatan menjadi berkurang. Watson (2003) juga mengatakan bahwa lansia juga mengalami penurunan fungsi tubuh sehingga kemandirian lansia menjadi berkurang. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa lansia hipertensi yang mendapatkan dukungan instrumental yang baik dari keluarga akan dapat menjaga dan mengontrol kesehatannya. Hal ini didukung oleh penelitian Tsouna, et al., (2000) yang menunjukkan bahwa dukungan instrumental dapat meningkatkan status  fungsional pada pasien stroke. Oleh sebab itu, keluarga harus memberikan bantuan kepada lansia hipertensi berupa tenaga, dana maupun waktu sehingga risiko terjadinya stroke pada lansia hipertensi dapat dikurangi.
Hubungan karakteristik lansia dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada ada hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi. Menurut analisa peneliti hal ini mungkin disebabkan karena adanya faktor kepatuhan. Seperti hasil penelitian Yetti (2007), yang menemukan bahwa lebih banyak lansia perempuan yang tidak patuh dalam pelaksanaan diit hipertensi sehingga lansia perempuan lebih berisiko untuk terjadi stroke. Untuk usia kejadian stroke, saat ini adanya perubahan usia yang menderita stroke. Stroke tidak hanya menyerang orang lanjut usia, tetapi sudah banyak menyerang orang yang masih berusia muda seperti yang disampaikan oleh Hadril (2003, dalam Chaniago, 2003), bahwa berdasarkan data dari RSSN Bukittinggi selama 2002, diketahui jumlah penderita stroke dalam usia produktif (20-50 tahun) mencapai 24,34%. Orang muda berusia 20 tahun, yang tidak menjaga pola makan dan jarang berolahraga juga rentan terkena stroke.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara suku dan pendidikan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi. Blais et al. (2002), mengatakan bahwa budaya mempengaruhi status kesehatan dan perilaku seseorang. Masyarakat bersuku Minang memiliki pola kebiasaan makan makanan yang berlemak seperti yang disampaikan oleh Hadril (2003, dalam Chaniago, 2003), bahwa masyarakat Minang suka makan makanan berlemak yang berasal dari santan kelapa, lemak daging dan jeroan, sehingga risiko menderita stroke. Hal ini didukung pula oleh penelitian Djuwita (2001), yang menemukan bahwa responden yang bersuku Minang memiliki jumlah yang paling sedikit untuk mengkonsumsi sayur namun memiliki jumlah terbanyak untuk mengkonsumsi makanan protein hewani, dan santan kelapa dibandingkan dengan suku Sunda, Jawa dan Bugis. Seperti yang diketahui bahwa, diet dengan tinggi lemak dan kurangnya sayur dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke (Lewis et al, 2007).
Berdasarkan hal tersebut, lansia hipertensi yang bersuku Minang  berisiko untuk terjadinya stroke. Ditambah lagi dengan sulitnya bagi masyarakat Minang untuk merubah kebiasaan pola makan tersebut seperti yang dibuktikan oleh penelitian kualitatif Fitriani (2005), bahwa tidak banyaknya perubahan gaya kebiasaan makan lansia Minangkabau yang menderita hipertensi sebelum dan setelah sakit. Fitriani juga mengatakan bahwa selain gaya kebiasaan makan, ada juga faktor gaya hidup yang kurang beraktifitas dan kebiasaan merokok terutama pada lansia laki-laki, kebiasaan minum kopi dan stres.
Ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi dapat disebabkan karena lansia yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi telah memiliki informasi yang cukup terkait dengan penyakit dan perawatannya sehingga lebih dapat melakukan pencegahan dengan berperilaku gaya hidup yang lebih sehat seperti yang dikatakan oleh Lueckenotte (2000), bahwa tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan mendengar, menyerap informasi, menyelesaikan masalah, perilaku serta gaya hidup.
Hal ini dibuktikan juga oleh penelitian Shu & Yea (2003), bahwa adanya hubungan antara fungsi kognitif dengan tingkat pendidikan lansia. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi fungsi kognitifnya. Sementara itu, kemampuan kognitif seseorang akan membentuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk menjaga kesehatan diri sendiri (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa lansia hipertensi yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah akan kurang memahami tentang penyakitnya sehingga tidak dapat menjaga kesehatannya sendiri sehingga lansia hipertensi akan berisiko untuk mengalami stroke.
Faktor yang dominan berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi
Hasil analisis multivariat pada penelitian ini menunjukkan bahwa suku merupakan variabel yang dominan berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi karena memiliki nilai OR yang terbesar yaitu 5,321. Hal ini berarti bahwa lansia hipertensi yang bersuku Minang akan berisiko untuk terjadinya stroke sebesar 5,3 kali lebih tinggi dibandingkan lansia hipertensi yang bersuku bukan Minang setelah dikontrol variabel dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan instrumental dan pendidikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan instrumental keluarga berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi. Ini berarti untuk menurunkan tingginya angka kejadian stroke, keluarga hendaknya memberikan dukungan yang baik kepada lansia hipertensi seperti memberikan perhatian, kasih sayang, cinta kasih, penghargaan, saran, arahan dan informasi yang penting yang dibutuhkan lansia, memberikan tempat yang nyaman, makanan, waktu dan fasilitas yang mendukung dan dibutuhkan oleh lansia dalam pemeliharaan kesehatannya. Kegiatan promosi kesehatan berupa sosialisasi terkait dengan hipertensi lebih digiatkan lagi, tidak hanya berfokus pada lansianya saja tetapi harus melibatkan atau mengikusertakan keluarga dalam setiap kegiatan. Informasi yang diberikan terkait dengan penyakit hipertensi dan juga bagaimana gaya hidup dan pola makan yang sehat untuk masyarakat umumnya dan lansia hipertensi. Bagi penelitian selanjutnya, mungkin perlu dilihat pengaruh pengetahuan lansia dan pengetahuan keluarga terhadap dukungan yang diberikan. Selain itu perlu juga dilihat faktor dari gaya hidup dari lansia itu sendiri. Perlu mengidentifikasi lebih mendalam tentang faktor budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan lansia hipertensi.
DAFTAR REFERENSI
Andersen, K.K., Andersen, Z.J., & Olsen, T.S. (2010). Age-and gender-specific prevalence of cardiovascular risk factors in 40.102 patients with first-ever ischemic stroke: a nationwide Danish study. Stroke, 41(12): 2768-74.

Black, J.M., & Hawks, J.H. (2009). Medical-surgical nursing: Clinical management for positive outcomes. Eight edition. Singapore: Saunders Elsevier.

Blais, K.K et al. (2002). Profesional nursing practice: Concept and perspective. Fourth edition. New Jersey: Pearson Education

Bomar, P.J. (2004). Promoting health in families: Applying family research and theory to nursing practice. Philadelphia : W.B. Saunders Company

Chaniago, Z. (2003). Pola makan masyarakat Sumbar beresiko. http://www.mail-archive.com, diperoleh 18 Februari 2011

Depkes RI. (2003). Pedoman perawatan kesehatan usia lanjut di rumah. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Djuwita, R. (2001). Nutrient intake pattern and their relations to lipid profiles in diverse ethnic population. Dissertation FKM UI Jakarta.

Fitriani, E. (2005). Pola kebiasaan makan penderita hipertensi lanjut usia pada orang Minangkabau di Jakarta. http://eprints.ui.ac.id/eprint/33171, diperoleh 4 Februari 2011.

Fitriani, E. (2009). Lansia dalam keluarga dan masyarakat. http://erdafitriani.wordpress.com, diperoleh tanggal 9 Juni 2011

Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2003). Family nursing: Research, theory and practice. Fifth edition. New Jersey: Prentice Hall.
Kaakinen, J.R., Duff, V.G., Coehlo, D.P., & Hanson, S.M.H. (2010). Family health care nursing: Theory, practice and research, 4th edition. Philadelphia: F.A Davis Company

Kristiyawati, S.P. (2008). Analisis faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian stroke di RS panti wilasa citarum semarang. Tesis FIK UI Jakarta, tidak dipublikasikan

Lewis, S.L., Heitkemper, M.M.,  Dirksen, S.R., O’Brien, P.G., Bucher, L. (2007). Medical-Surgical nursing: Assessment and Management of clinical problems. Seventh edition. Volume 2. St.Louis, Missouri: Mosby Elsevier.

Miller, C.A. (1995). Nursing care of older adults: Theory and practice. Second edition. Philadelphia: Lippincott Company.

Nugroho, W. (2000). Keperawatan gerontik. Jakarta: Gramedia

Purwanto, H. (2002). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perawatan yang dilakukan keluarga pada lansia di kecamatan pesisir Lamongan. Jurnal penelitian Poltekkes Surabaya. 1(1), 33-39

Rebecca & Murti, B. (2007). Hubungan antara tingkat pendidikan dan hipertensi pada wanita di Kabupaten Sukoharjo. http://eprints.ums.ac.id, diperoleh tanggal 19 Maret 2011.

Setiadi. (2008). Konsep & Proses: Keperawatan keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Shu, C.J.Y., & Yea, Y.L. (2003). Influence of social support on cognitive function in the elderly. Journal BMC Health service research. 3(9)

Sitorus, R.J., Hadisaputro, S., Kustiowati, E. (2006). Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke pada usia muda kurang dari 40 tahun, http://eprints.undip.ac.id, diperoleh tanggal 19 Maret 2011.

Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004). Community & public health nursing. Sixth edition. St Louis Missouri: Mosby.

Stanley, M., Blair, K.A., & Beare, P.G. (2005). Gerontological nursing:    Promoting successful aging with older adults. Third edition. Philadelphia: F.A Davis Company.

Tekanan darah tinggi, (2011). http://id.wikipedia.org, diperoleh tanggal 4 Februari 2011.

Tsouna-Hadjis, E., Vemmous, K.N., Zakopoulos, N., & Stamatelopoulos, S. (2000). First-stroke recovery process: the role of family social support. Archive of Physical Medicine & Rehabilitation, 81(7)

Tyson, S.R. (1999). Gerontologi nursing care. Philadelphia: WB. Saunders Campany.

Watson, R. (2003). Perawatan pada lanjut usia. Jakarta: EGC

Wijaya, R. (2010). Pada usia lanjut tekanan darah harus terkontrol. http://www.dradio1034fm.or.id, diperoleh 4 Februari 2011

Yetti, H. (2007). Hubungan karakteristik, dukungan keluarga dan hasil pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diit hipertensi lansia di kelurahan Paseban kecamatan Senen Jakarta Pusat. Tesis FIK UI Jakarta, tidak dipublikasikan.

Zhang, Y., Zhang, X., Liu, L., & Zanchetti, A. (2010). Effect of individual risk factor on the residual risk of cardiovascular events in a population of treated Chinese patient with hypertension: data from the Felodipine Event Reduction (FEVER) study. Journal of Hypertension, 28(10), 2016-25

Zulfitri, R. (2006). Hubungan dukungan keluarga dengan perilaku lanjut usia hipertensi dalam mengontrol kesehatannya di wilayah kerja puskesmas Melur Pekanbaru. Tesis FIK UI Jakarta, tidak dipublikasikan.

*Ns. Yenni, S.Kep: Dosen STIKes Fort De Cock Bukittinggi
**Sigit Mulyono, S.Kp, MN: Dosen FIK UI Jakarta
***Luknis Sabri, M.Kes: Dosen luar biasa FIK UI Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar