Baby Hello Kitty"), auto;}

create name

Profesional Nurse

"Tidak ada satupun di dunia ini, yang bisa di dapat dengan mudah. Kerja keras dan doa adalah cara untuk mempermudahnya."

Jumat, 19 April 2013

Diabetes Melitus dan WOC



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin, keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke, dan penyakit vaskuler perifer.
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang ± 12 juta orang. 7 dari 12 juta penderita diabetes sudah terdiagnosis, sisanya belum terdiagnosis. Di Amerika Serikat ± 650.000 kasus diabetes baru didiagnosis setiap tahunnya (Healthy people 2000,1990).
Diabetes terutama prevalens di antara kaum lansia. Di antara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6 % menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia. Di Amerika Serikat, orang hispanic, negro, dan sebagian penduduk asli Amerika memiliki insiden lebih tinggi daripada penduduk kulit putih. Sebagian penduduk asli Amerika, seperti suku pima, mempunyai angka diabetes dewasa sebesar 20 hingga 50%.
Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan yang baru di antara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi penyebab utama amputasi di luar trauma kecelakaan. 30% pasien yang mulai mendapat terapi dialisis setiap tahun menderita penyakit diabetes. Diabetes berada di urutan ke-3 penyebab utama kematian akibat penyakit dan hal ini sebagian besar disebabkan oleh angka penyakit arteri koroner yang tinggi pada para penderita diabetes melitus. (Brunner and Suddarth, 2002)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang ada di atas, maka kelompok 5 dalam makalah ini akan membahas mengenai Diabetes Melitus, yang merupakan penyakit yang cukup rumit untuk diatasi. Untuk itu, kelompok membuat makalah mengenai materi ini agar bisa lebih mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Diabetes Melitus.
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien Diabetes Melitus
2.      Tujuan Khusus
a.          Dapat mengetahui pengkajian dengan  klien Diabetes Melitus
b.      Dapat mengetahui diagnosa keperawatan dengan klien Diabetes Melitus
c.         Membuat perencanaan keperawatan dengan klien Diabetes Melitus
d.      Dapat mengetahui pelaksanakan tindakan keperawatan dengan klien Diabetes Melitus

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Anatomi dan Fisiologi Pankreas

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar  5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa  dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan  embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1).  Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3).Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang  normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh  dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. ( Brunner and Suddarth, 2002 )

B.     Definisi
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Noer, 2003).
Diabetes mellitus adalah penyakit dimana penderita tidak bisa mengontrol kadar gula dalam tubuhnya. Tubuh akan selalu kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga mengganggu system kerja tubuh secara keseluruhan (FKUI, 2001).
Diabetes mellitus adalah penyakit yang sering dijumpai sebagai akibat dari defisiensi insulin atau penurunan efektivitas insulin (Brooker, 2001).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. ( Brunner and Suddarth, 2002 )
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
C. KLASIFIKASI
Jenis diabetes
1.   Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)
Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat +  10% dari DM Tipe 2. Di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanyatimbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.
2.  Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 40 dengan catatan pada dekade ketujuh kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
3.  Diabetes Melitus Tipe Lain
Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM.

4.  Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.
Tabel :  Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring

Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu:           
Plasma vena
Darah kapiler

<110
<90

110 - 199
90 - 19

>200
>200
Kadar glukosa darah puasa:
Plasma vena
Darah kapiler
<110
<90

110 - 125
90 - 109

>126
>110

(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

D. ETIOLOGI
1.  Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
2.  Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
3.  Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.  (Soegondo S, dkk. 2007)

Diabetes Tipe I :
1.Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2.Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3.Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

Diabetes Tipe II :
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1.      Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2.      Obesitas
3.      Riwayat keluarga
(Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Dalam proses metabolisme,insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel.Insulin adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh sel beta di Pankreas.
1)                  Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta. Sel beta mngeluarkan hormon insulin untuk mengatur kadar glukosa darah. Selain sel beta ada juga srl alfa yang memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dengan insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa darah. Juga ada sel delta yang mngeluarkan somastostatin.
2)                  Kerja Insulin
Insulin diibaratkan sebagai anak kunci untuk membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel, glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga.
3)      Patofisiologi DM Tipe 1
Mengapa insulin pada DM Tipe 1 tidak ada? Ini disebabkan oleh karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan karena adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya  menyebabkan hancurnya sel beta.
4)      Patofisiologi DM Tipe 2
Pada DM Tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Reseptor inulin ini diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di dalam darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan  pada DM Tipe 1. Perbedaanya adalah DM Tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi,juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.
Faktor-faktor yang banyak berperan sebagai penyebab resistensi insulin:
1.      Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
2.      Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3.      Kurang gerak badan
4.      Faktor keturunan (herediter)
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)





(Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)



F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan diemukan kadar glukosa darahnya tinggi. (Soegondo S, dkk. 2007)
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus


   e.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. (Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berupa:
1.      Obat Hipoglikemik Oral
a.       Pemicu sekresi insulin:
1)     Sulfonilurea
2)     Glinid
b.      Penambah sensitivitas terhadap insulin:
1)     Biguanid
2)     Tiazolidindion
3)     Penghambat glukosidase alfa
2.      Insulin
3.      Pencegahan komplikasi
a.       Berhenti  merokok
b.      Mengoptimalkan  kadar kolesterol
c.       Menjaga  berat tubuh yang stabil
d.      Mengontrol  tekanan darah tinggi
e.       Olahraga teratur dapat bermanfaat :
1)     Mengendalikan kadar glukosa darah
2)     Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)
3)     Membantu mengurangi stres
4)     Memperkuat otot dan jantung
5)     Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)
6)     Membantu menurunkan tekanan darah
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5.
Pendidikan
(Brunner and Suddarth, 2002)
H. Penatalaksanaan Diet
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu:
J 1: jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J  2: jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J     3:   jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).
Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain :
1.      Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %.
2.      Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
3.      Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
4.      Diet B1 dan B­2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal.

Indikasi diet A :
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
Indikasi diet B :
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
1.      Kurang tahan lapar dengan dietnya.
2.      Mempunyai hyperkolestonemia.
3.      Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler
4.      Cident (cva) penyakit jantung koroner.
5.      Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata.
6.      Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1:
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu  penderita diabetes terutama yang :
1.      Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
2.      Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
3.      Masih muda perlu pertumbuhan.
4.      Mengalami patah tulang.
5.      Hamil dan menyusui.
6.      Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
7.      Menderita tuberkulosis paru.
8.      Menderita penyakit graves (morbus basedou).
9.      Menderita selulitis.
10. Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi.
Indikasi B2 dan B3 :
Diet B2. Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens  reatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2 :
1.      Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
2.      Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
3.      Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3. Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers  reatininnya kurang dari 25 MI/mt.
Sifat diet B3 :
1.      Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
2.      Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
3.      Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. bila tidak akan merubah jumlah protein).
4.      Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
5.      Dipilih lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.  (Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)



I. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap diabetes mellitus.
1.  Komplikasi Akut Diabetes Mellitus
      Dua komplikasi akut yang paling penting adalah reaksi hipoglikemia dan koma diabetik.
a.  Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa ke rumah sakit karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infuse glukosa. Diabetisi yang mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik, biasanya disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
b.  Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
1)           Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
2)           Minum banyak, kencing banyak
3)           Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton
                  Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit

2.  Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus
Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan, angiopati diabetik dibagi 2 :
a.       Makroangiopati (makrovaskular)
b.      Mikroangiopati (mikrovaskular)
Walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan. (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, lemas,dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan oleh pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria,serta pruritus dan vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukannya pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Umumnya hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang baru satu kali saja abnormal belum cukup untuk diagnosis klinis DM.
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama.
Cara pemeriksaan TTGO :
1.      Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa
2.      Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak
3.      Puasa semalam, selama 10-12 jam
4.      Glukosa darah puasa diperiksa
5.      Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama / dalam waktu 5 menit
6.      Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa. (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1.  Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.  Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
K. Data yang Perlu Ditelusuri Lebih Lanjut
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya, apakah teratur atau tdak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.



L.   Pertimbangan Gerontologi
Aktifitas fisik yang konsisten dan realistic sangat menguntungkan bagi penderita diabetes yang berusia lanjut. Keuntungannya mencakup penurunan hiperglikemia, perasaan segar dan penggunaan kalori yang dikonsumsi sehingga terjadi penurunan berat badan. Karena adanya peningkatan insidens masalah kardiovaskuler pada lansia, maka pola latihan secara bertahap dan konsisten harus direncanakan agar tidak melebihi kapasitas fisik pasien. Gangguan fisik akibat penyakit kronis lainnya juga harus dipertimbangkan. (Brunner and Suddart, 2002)
M. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian  pasien dengan  Diabetes mellitus  (Doenges, 1999) meliputi :
a.       Aktivitas / Istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot     menurun.
Tanda : penurunan kekuatan otot.
b.      Sirkulasi
Gejala :   ulkus pada kaki, penyembuhan lama, kesemutan/kebas pada  ekstremitas.
Tanda :   kulit panas, kering dan kemerahan.
c.       Integritas Ego
Gejala : tergantung pada orang lain.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d.      Eleminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nakturia
Tanda : urine encer, pucat kering, poliurine.
e.    Makanan/cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan.
Tanda : kulit kering/bersisik, turgor jelek.
f.       Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri pada luka ulkus
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat hati-hati.
g.      Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi
h.      Penyuluhan / pembelajaran
Gejala :  faktor risiko keluarga DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi, penyembuhan yang lamba. Penggunaan obatseperti steroid, diuretik (tiazid) : diantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
2.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges, 2000) adalah :
a.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik, berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi, kacau mental.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
c.       Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan   tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
d.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolisme/infeksi.
e.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi.


3.    Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus (Doenges, 2000) meliputi :
a.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastric,  berlebihan (diare, muntah) masukan dibatasi (mual, kacau mental).
Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
Kriteria Hasil :       -     pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal), tanda-tanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau basah.
Intervensi / Implementasi :
1)      Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortestastik.         
R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2)      Kaji pola napas dan bau napas.
R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.
3)      Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin gambaran dari dehidrasi. 
4)      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
5)      Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.
R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
6)      Ukur berat badan setiap hari.
R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
7)      Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
Tujuan : berat badan dapat meningkat  dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Kriteria Hasil : - pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake ( diet pada status nutrisi).
-     mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi / Implementasi :
1)      Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
R : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.
2)      Tentukan program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
R : Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.
3)      Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
4)      Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing.
R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan ditangani secara tepat.
5)      Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet.
R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.

c.       Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :    - mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.
- pertahankan lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi / Implementasi
1)      Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut.
R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus keadaan ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2)      Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik, setiap kontak  pada semua barang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien nya sendiri.
R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3)      Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter folley, dsb).
R :    Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4)      Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.
R :    Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
5)      Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap kencang (tidak berkerut).
R :    sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada penigkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi.

6)      Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan terjadinya risiko hipoventilasi.
7)      Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.
R :    penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

d.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolisme/infeksi.
Tujuan : Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelah
Kriteria Hasil :    -     menyatakan mapu untuk beristirahat dan peningkatan tenaga.
-          mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.
-          Menunjukan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi / Implementasi :
1)      Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2)      Berikan aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup / tanpa terganggu.
R : mencegah kelelahan yang berlebihan.
3)      Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi secara fisiologi.
4)      Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.
R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan lebih banyak kegiatan.
5)      Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan / toleransi pasien.
R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

e.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :    - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

Intervensi / Implementasi :
1)      Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2)      Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3)      Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4)      Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4.    EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).


Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus  adalah :
a.       Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
b.      Berat badan dapat meningkat  dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
c.       Infeksi tidak terjadi
d.      Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
e.       Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
( Doenges, M. 2000)
 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya  insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. (Brunner and Suddart, 2002)
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama. (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
Dalam menangani kasus Diabetes Melitus ini, diharapkan mahasiswa terlebih dahulu memahami teoritis maupun asuhan keperawatannya terlebih dahulu, agar dalam penangannya tidak ada kendala.
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2 Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E,  2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.  Jakarta : EGC.
Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, cetakan keenam. Balai Penerbit FKUI :  Jakarta

Soegondo S, dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, cetakan keenam. Balai Penerbit FKUI :  Jakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar