BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes
melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi oleh
pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya.
Pada diabetes,
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas
dapat menghentikan sama sekali produksi insulin, keadaan ini menimbulkan
hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti
diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler
yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada
saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insidens penyakit
makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke, dan penyakit vaskuler
perifer.
Diabetes
melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang ± 12 juta orang. 7 dari 12
juta penderita diabetes sudah terdiagnosis, sisanya belum terdiagnosis. Di
Amerika Serikat ± 650.000 kasus diabetes baru didiagnosis setiap tahunnya
(Healthy people 2000,1990).
Diabetes
terutama prevalens di antara kaum lansia. Di antara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6
% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti
lansia. Di Amerika Serikat, orang hispanic, negro, dan sebagian penduduk asli
Amerika memiliki insiden lebih tinggi daripada penduduk kulit putih. Sebagian
penduduk asli Amerika, seperti suku pima, mempunyai angka diabetes dewasa
sebesar 20 hingga 50%.
Di Amerika
Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan yang baru di antara
penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi penyebab utama amputasi di
luar trauma kecelakaan. 30% pasien yang mulai mendapat terapi dialisis setiap
tahun menderita penyakit diabetes. Diabetes berada di urutan ke-3 penyebab
utama kematian akibat penyakit dan hal ini sebagian besar disebabkan oleh angka
penyakit arteri koroner yang tinggi pada para penderita diabetes melitus.
(Brunner and Suddarth, 2002)
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah
yang ada di atas, maka kelompok 5 dalam makalah ini akan membahas mengenai
Diabetes Melitus, yang merupakan penyakit yang cukup rumit untuk diatasi. Untuk
itu, kelompok membuat makalah mengenai materi ini agar bisa lebih mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan Diabetes Melitus.
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Tujuan
Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan
pada klien Diabetes Melitus
2.
Tujuan Khusus
a.
Dapat
mengetahui pengkajian
dengan klien Diabetes Melitus
b.
Dapat mengetahui diagnosa keperawatan dengan klien Diabetes Melitus
c.
Membuat perencanaan keperawatan dengan klien Diabetes Melitus
d.
Dapat mengetahui pelaksanakan tindakan keperawatan dengan klien Diabetes Melitus
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. Anatomi
dan Fisiologi Pankreas
Pankreas
merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan
epitel yang membentuk usus.
Pankreas
terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam
duodenum.
(2).
Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau
– pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar
pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m,
terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di
pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau
langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1).
Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang
menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
(2).
Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3).Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %,
membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan
struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini
nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada
penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang
normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808
untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang
tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua
jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin
dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin
dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam
membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan
di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan
sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas.
Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin
meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan
menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam
amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam
derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan
kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel
otot, fibroblas dan sel lemak. ( Brunner and Suddarth, 2002 )
B.
Definisi
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Noer, 2003).
Diabetes mellitus adalah penyakit dimana
penderita tidak bisa mengontrol kadar gula
dalam tubuhnya. Tubuh akan selalu kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga
mengganggu system kerja tubuh secara keseluruhan (FKUI, 2001).
Diabetes mellitus adalah penyakit yang
sering dijumpai sebagai akibat dari defisiensi insulin atau penurunan
efektivitas insulin (Brooker, 2001).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (
Brunner and Suddarth, 2002 )
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif (Arjatmo, 2002).
C. KLASIFIKASI
Jenis
diabetes
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)
Kekerapan
DM Tipe 1 di negara barat + 10%
dari DM Tipe 2. Di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya
biasanyatimbul pada masa kanak-kanak
dan puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang timbul pada masa
dewasa.
2. Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan
(lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 40 dengan catatan pada dekade
ketujuh kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada
rata-rata orang dewasa.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Ada
beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain
yang berkaitan dengan DM.
4. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes
Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini
sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak
ditangani dengan benar.
Tabel
: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
|
Kadar glukosa
darah sewaktu:
Plasma vena
Darah kapiler
|
<110
<90
|
110 - 199
90 - 19
|
>200
>200
|
Kadar glukosa darah puasa:
Plasma vena
Darah kapiler
|
<110
<90
|
110 - 125
90 - 109
|
>126
>110
|
(Noer,
Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
D.
ETIOLOGI
1. Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus
ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang
melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli
kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
2. Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara
langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk
dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
3. Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes
mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang
penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para
ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom
seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya,
sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada
anak-anaknya. (Soegondo
S, dkk. 2007)
Diabetes Tipe I :
1.Faktor
genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2.Faktor-faktor
imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
3.Faktor
lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
Diabetes Tipe II :
Mekanisme yang tepat
yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes
tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
Faktor-faktor resiko :
1.
Usia (resistensi
insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2.
Obesitas
3.
Riwayat keluarga
(Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Dalam proses metabolisme,insulin
memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam
sel.Insulin adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh sel beta di Pankreas.
1)
Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang
letaknya di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang disebut
pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta. Sel beta mngeluarkan hormon
insulin untuk mengatur kadar glukosa darah. Selain sel beta ada juga srl alfa
yang memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dengan insulin yaitu meningkatkan
kadar glukosa darah. Juga ada sel delta yang mngeluarkan somastostatin.
2)
Kerja Insulin
Insulin diibaratkan sebagai anak kunci
untuk membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel,
glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga.
3) Patofisiologi
DM Tipe 1
Mengapa insulin pada DM Tipe 1 tidak
ada? Ini disebabkan oleh karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang
disebabkan karena adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan
timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi
antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA)
yang ditimbulkannya menyebabkan
hancurnya sel beta.
4) Patofisiologi
DM Tipe 2
Pada DM Tipe 2 jumlah insulin normal,
malah mungkin lebih banyak tetapi reseptor insulin yang terdapat pada permukaan
sel kurang. Reseptor inulin ini
diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi
jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin)
banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di
dalam darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM Tipe 1. Perbedaanya adalah DM Tipe 2
disamping kadar glukosa tinggi,juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan
ini disebut resistensi insulin.
Faktor-faktor yang banyak berperan
sebagai penyebab resistensi insulin:
1. Obesitas
terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
2. Diet
tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3. Kurang
gerak badan
4. Faktor
keturunan (herediter)
(Noer,
Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
(Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus
yang berlebihan sering kencing terutama malam hari, banyak makan serta berat
badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah,
kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi
kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering
melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak
merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena pada saat
periksa kesehatan diemukan kadar glukosa darahnya tinggi. (Soegondo S, dkk.
2007)
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes
mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak
kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar
glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa
sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan
elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu
banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi
klien lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak
sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien
akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan
tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d.Berat badan
menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan
lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e.Mata
kabur
Hal ini disebabkan
oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak. (Arjatmo,
Tjokronegoro. 2002)
G.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Berupa:
1.
Obat Hipoglikemik Oral
a. Pemicu
sekresi insulin:
1)
Sulfonilurea
2)
Glinid
b. Penambah
sensitivitas terhadap insulin:
1)
Biguanid
2)
Tiazolidindion
3)
Penghambat glukosidase
alfa
2.
Insulin
3.
Pencegahan komplikasi
a. Berhenti merokok
b. Mengoptimalkan kadar kolesterol
c. Menjaga berat tubuh yang stabil
d. Mengontrol tekanan darah tinggi
e. Olahraga teratur dapat bermanfaat :
1) Mengendalikan kadar glukosa darah
2) Menurunkan kelebihan berat badan
(mencegah kegemukan)
3) Membantu mengurangi stres
4) Memperkuat otot dan jantung
5) Meningkatkan kadar kolesterol
‘baik’ (HDL)
6) Membantu menurunkan tekanan darah
(Noer,
Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
Tujuan utama terapi diabetes mellitus
adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam
upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
(Brunner and
Suddarth, 2002)
H.
Penatalaksanaan Diet
Pada penderita dengan
diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang manis untuk selamanya.
Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus
adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu:
J 1: jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2: jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3: jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).
J 1: jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2: jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3: jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).
Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas
beberapa bagian antara lain :
1.
Diet
A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein
20 %.
2.
Diet
B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
3.
Diet
B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
4.
Diet
B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal.
Indikasi diet A :
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada
umumnya.
Indikasi diet B :
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
1.
Kurang
tahan lapar dengan dietnya.
2.
Mempunyai
hyperkolestonemia.
3.
Mempunyai
penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler
4.
Cident
(cva) penyakit jantung koroner.
5.
Mempunyai
penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada
nefropati yang nyata.
6. Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1:
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet
protein tinggi, yaitu penderita diabetes
terutama yang :
1.
Mampu
atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
2.
Kurus
(underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
3.
Masih
muda perlu pertumbuhan.
4.
Mengalami
patah tulang.
5.
Hamil
dan menyusui.
6.
Menderita
hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
7.
Menderita
tuberkulosis paru.
8.
Menderita
penyakit graves (morbus basedou).
9.
Menderita
selulitis.
10.
Dalam
keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra
indikasi penggunaan protein kadar tinggi.
Indikasi B2 dan B3 :
Diet B2. Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal
ginjal kronik yang klirens reatininnya
masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2 :
1.
Tinggi
kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
2.
Komposisi
sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja
diet B2 kaya asam amino esensial.
3.
Dalam
praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3. Diberikan pada penderita nefropati diabetik
dengan gagal ginjal kronik yang klibers reatininnya
kurang dari 25 MI/mt.
Sifat diet B3 :
1.
Tinggi
kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
2.
Rendah
protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
3.
Karena
alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. bila tidak
akan merubah jumlah protein).
4.
Tinggi
karbohidrat dan rendah lemak.
5.
Dipilih
lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk
latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah
jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari,
pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB. (Arjatmo,
Tjokronegoro. 2002)
I.
Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus
dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau
beberapa tahun sesudah mengidap diabetes mellitus.
1. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus
Dua komplikasi akut yang paling penting
adalah reaksi hipoglikemia dan koma diabetik.
a. Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah
gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa
lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing, dan sebagainya. Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa
ke rumah sakit karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infuse glukosa.
Diabetisi yang mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma
hipoglikemik, biasanya disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan
dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena
latihan fisik yang berlebihan.
b.
Koma Diabetik
Berlawanan
dengan koma hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam
tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik
yang sering timbul adalah:
1)
Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
2)
Minum
banyak, kencing banyak
3)
Kemudian
disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta
berbau aseton
Sering
disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik
harus segara dibawa ke rumah sakit
2. Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus
Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah di seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan, angiopati
diabetik dibagi 2 :
a.
Makroangiopati
(makrovaskular)
b.
Mikroangiopati
(mikrovaskular)
Walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan
tidak terjadi sekaligus bersamaan. (Noer,
Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
J. Pemeriksaan Diagnostik
1.
Glukosa darah sewaktu
2.
Kadar glukosa darah puasa
3.
Tes toleransi glukosa
Diagnosis DM umumnya akan
dipikirkan dengan adanya gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, lemas,dan
berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan oleh pasien adalah
kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria,serta pruritus dan
vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukannya
pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang >200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Umumnya hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang
baru satu kali saja abnormal belum cukup untuk diagnosis klinis DM.
Kalau hasil pemeriksaan
glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis
DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa
darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa
pernah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan
yang berbeda ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama.
Cara pemeriksaan TTGO :
1. Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak
3.
Puasa
semalam, selama 10-12 jam
4.
Glukosa
darah puasa diperiksa
5.
Diberikan
glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama / dalam waktu
5 menit
6.
Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa. (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
Kriteria diagnostik WHO
untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1
mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8
mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang
diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post
prandial (pp) > 200 mg/dl
K. Data yang Perlu Ditelusuri Lebih Lanjut
1. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Adakah
keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? Dari genogram
keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM
atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
misal hipertensi, jantung.
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya, apakah teratur
atau tdak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. Adanya riwayat
penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka,
penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
L.
Pertimbangan Gerontologi
Aktifitas fisik yang konsisten dan
realistic sangat menguntungkan bagi penderita diabetes yang berusia lanjut.
Keuntungannya mencakup penurunan hiperglikemia, perasaan segar dan penggunaan
kalori yang dikonsumsi sehingga terjadi penurunan berat badan. Karena adanya
peningkatan insidens masalah kardiovaskuler pada lansia, maka pola latihan
secara bertahap dan konsisten harus direncanakan agar tidak melebihi kapasitas
fisik pasien. Gangguan fisik akibat penyakit kronis lainnya juga harus
dipertimbangkan. (Brunner and Suddart, 2002)
M. Asuhan Keperawatan Secara
Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian pasien
dengan Diabetes mellitus (Doenges,
1999) meliputi :
a.
Aktivitas / Istirahat
Gejala : lemah, letih,
sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Tanda : penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala
: ulkus pada kaki, penyembuhan lama,
kesemutan/kebas pada ekstremitas.
Tanda
: kulit panas, kering dan kemerahan.
c. Integritas Ego
Gejala : tergantung pada orang lain.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d. Eleminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nakturia
Tanda : urine encer, pucat kering, poliurine.
e. Makanan/cairan
Gejala : hilang
nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan.
Tanda
: kulit kering/bersisik, turgor jelek.
f.
Nyeri/
kenyamanan
Gejala : nyeri pada luka ulkus
Tanda : wajah meringis
dengan palpitasi, tampak sangat hati-hati.
g.
Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi
h.
Penyuluhan
/ pembelajaran
Gejala : faktor risiko keluarga DM, penyakit jantung,
stroke, hipertensi, penyembuhan yang lamba. Penggunaan obatseperti steroid,
diuretik (tiazid) : diantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah).
2.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan pada pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges, 2000) adalah :
a.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik,
berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi, kacau mental.
b.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen,
perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
c.
Risiko
tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan
tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula
darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
d.
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolisme/infeksi.
e.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi.
3.
Rencana
Asuhan Keperawatan
Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien
dengan diabetes mellitus (Doenges, 2000) meliputi :
a.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastric, berlebihan (diare, muntah) masukan dibatasi
(mual, kacau mental).
Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor
kulit, normal.
Kriteria Hasil : - pasien menunjukan adanya perbaikan
keseimbangan cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas
normal), tanda-tanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit
baik, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau basah.
Intervensi / Implementasi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan
darah ortestastik.
R :
Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2)
Kaji
pola napas dan bau napas.
R :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.
3)
Kaji
suhu, warna dan kelembaban kulit.
R :
Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada proses
infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin gambaran dari
dehidrasi.
4)
Kaji
nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R :
Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
5)
Pantau
intake dan output. Catat berat jenis urine.
R :
memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
6)
Ukur
berat badan setiap hari.
R :
memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
7)
Kolaborasi
pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R :
tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respon pasien secara individual.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme,
pelepasan hormon stress.
Tujuan : berat
badan dapat meningkat dengan nilai
laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Kriteria Hasil : - pasien mampu mengungkapkan pemahaman
tentang penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake ( diet pada status
nutrisi).
- mendemonstrasikan
perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat
badan yang tepat.
Intervensi / Implementasi :
1)
Timbang
berat badan setiap hari sesuai indikasi
R :
Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.
2) Tentukan program diet dan pola makanan pasien
dibandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
R :
Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut
kembung, mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi.
R :
mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Observasi
tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, dingin/lembab,
denyut nadi cepat, lapar dan pusing.
R :
secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan ditangani
secara tepat.
5) Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula
darah dan diet.
R :
Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.
c.
Risiko
tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil : -
mengindentifikasi faktor-faktor risiko
individu dan intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.
- pertahankan
lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi / Implementasi
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti
demam, kemerahan, adanya pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan
berkabut.
R :
pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus keadaan
ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan
yang baik, setiap kontak pada semua
barang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien nya sendiri.
R
: mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3)
Pertahankan
teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter folley,
dsb).
R : Kadar glukosa
yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4)
Pasang
kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.
R : Mengurangi
risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
5)
Berikan
perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase daerah tulang yang
tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap kencang (tidak
berkerut).
R : sirkulasi
perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada penigkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi.
6)
Posisikan
pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang,
menurunkan terjadinya risiko hipoventilasi.
7)
Kolaborasi
antibiotik sesuai indikasi.
R : penenganan
awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
d. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan
energi, status hipermetabolisme/infeksi.
Tujuan
: Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelah
Kriteria Hasil :
- menyatakan
mapu untuk beristirahat dan peningkatan tenaga.
-
mampu
menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.
-
Menunjukan
peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi /
Implementasi :
1)
Diskusikan
dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan
identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R : pendidikan dapat
memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas meskipun pasien mungkin sangat
lemah.
2)
Berikan
aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup / tanpa terganggu.
R : mencegah
kelelahan yang berlebihan.
3)
Pantau
tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
R : mengidentifikasi
tingkat aktivitas yang ditoleransi secara fisiologi.
4)
Diskusikan
cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.
R : dengan
penghematan energi pasien dapat melakukan lebih banyak kegiatan.
5)
Tingkatkan
partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan /
toleransi pasien.
R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang
positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
e.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,
efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi /
Implementasi :
1)
Kaji
tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan
klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2)
Berikan
penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien
dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3)
Anjurkan
klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R
: diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4)
Minta
klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4.
EVALUASI
Evaluasi
adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi
yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
a. Kondisi
tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
b. Berat
badan dapat meningkat dengan nilai
laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
c. Infeksi
tidak terjadi
d. Rasa
lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
e. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek
prosedur dan proses pengobatan.
(
Doenges, M. 2000)
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang
kebanyakan herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia,
polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim. (Brunner and Suddart, 2002)
Kalau hasil pemeriksaan glukosa
darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM.
Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa
darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa
pernah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan
yang berbeda ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama. (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
Dalam menangani kasus Diabetes
Melitus ini, diharapkan mahasiswa terlebih dahulu memahami teoritis maupun
asuhan keperawatannya terlebih dahulu, agar dalam penangannya tidak ada
kendala.
DAFTAR
PUSTAKA
Arjatmo
Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Brooker,
Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Brunner &
Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2 Jakarta : EGC.
Doenges,
Marilyn E, 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Edisi 3. Jakarta : EGC.
Noer,
Sjaifoellah H.M., dkk. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, cetakan
keenam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta
Soegondo
S, dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, cetakan keenam.
Balai Penerbit FKUI : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar