ABSTRAK
Hospitalisasi pada pasien anak dapat memberikan dampak psikologis
pada orang tua salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan merupakan suatu reaksi
emosional terhadap penilaian individu yang subyektif. Kecemasan akan
menimbulkan perubahan perilaku, sehingga orang tua tidak dapat menjaga anaknya
dengan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Fakto-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua Yang Anaknya Di Rawat Di Ruang
Rawat Inap Anak Accidental Sampling . Data primer diperoleh melalui wawancara
dan observasi dengan jumlah responden sebanyak 48 orang. Pengolahan data
dilakukan menggunakan program
komputerisasi dan analisis dengan uji chi square.
Hasil penelitian ditemukan 52,1% responden mengalami kecemasan
sedang, sebanyak 62,5% responden mengatakan lingkungan perawatan tidak nyaman,
54,2% mengatakan keadaan anaknya kurang baik, 52,1% responden mengatakan sikap
perawat negatif, 52,1% responden pernah mengalami pengalaman buruk, 60,4%
responden memperoleh dukungan rendah dari keluarga, 54,2% responden memiliki
status ekonomi rendah. Berdasarkan uji Chi square dengan derajat kesehatan p < 0,05 didapatkan hubungan yang bermakna
antara lingkungan perawatan anak dengan tingkat kecemasan orang tua dengan
nilai p = 0,021 dan OR = 5,200, didapatkan hubungan yang bermakna antara
keadaan anak dengan tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,004 dan OR =
7,238, didapatkan hubungan yang bermakna antara sikap perawat dengan tingkat
kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,044 dan OR = 3,984, didapatkan hubungan yang bermakna antara
pengalaman orang tua dengan tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,010
dan OR = 5,878, didapatkan hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga
dengan tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,001 dan OR = 9,844,
didapatkan hubungan yang bermakna antara status ekonomi keluarga dengan tingkat
kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,022 dan OR = 4,821.
Untuk memberikan
alternatif pemecahan masalah di atas, disarankan bagi orang tua perlu kesiapan
fisik maupun psikologis dalam menghadapi perawatan anak di rumah sakit serta
pelayanan yang baik dari petugas kesehatan di rumah sakit.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kecemasan
merupakan suatu reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif. Kecemasan
merupakan istilah yang menggambarkan keadaan keprihatinan, kesulitan,
ketidakpastian, dan ketakutan yang terjadi akibat ancaman yang nyata atau
dirasakan yang merupakan manifestasi langsung dari stres kehidupan dan sangat
erat hubungannya dengan pola kehidupan (Isaacs A 2004, p.49).
Setiap individu
akan mengalami tingkat kecemasan yang berbeda terhadap stimulus yang sama.
Tingkat kecemasan yang dialami tergantung pada jenis perlakuan yang diterima
dan kemampuan dalam mengadaptasi diri (Maryani T 2009, p.2).
Hospitalisasi
merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang terencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali kerumah. Kecemasan memang sering terjadi pada anak,
dianggap normal bila frekuensi dan intensitasnya tidak mengganggu kehidupan
normal anak. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami
berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan kecemasan (Supartini 2004,
p.188).
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya di rumah
sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan tidak mengalaminya karena
perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahannya.
Menurut Wong (2001) populasi anak
yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang sangat dramatis.
Persentase anak yang dirawat di rumah sakit saat ini mengalami masalah yang
lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian pada tahun-tahun sebelumnya. Mc
Cherty dan Kozak mengatakan hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami
hospitalisasi. Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain
membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga
mempunyai keistimewaan dan karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah
miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk
merawat penderita anak-anak 20-45%
lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Hikmawati U
2000, p.13).
Hasil penelitian Tye dkk (2002)
ditemukan bahwa 39,6% orang tua mengalami distres tingkah laku dan peningkatan
tekanan darah dalam menghadapi perawatan anak di rumah sakit. Sedangkan di
Indonesia sendiri belum ada penelitian berskala nasional mengenai kecemasan
orang tua dalm menghadapi perawatan anak di rumah sakit (Maryani T 2009, p.3).
Berdasarkan masalah yang terjadi
diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui tentang
“faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya
dirawat di rumah Sakit. Peneliti melakukan penelitian di RSUD Pariaman.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan
orang tua yang anaknya dirawat di ruang rawat inap anak RSUD Pariaman tahun
2010.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahuai distribusi
frekuensi lingkungan perawatan anak, keadaan anak, sikap perawat, pengalaman orang tua, dukungan keluarga,
status ekonomi keluarga, sebagai
faktor kecemasan orang tua yang anaknya dirawat diruang rawat inap anak RSUD
Pariaman
2. Untuk mengetahuai distribusi
frekuensi tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat diruang rawat inap
anak RSUD Pariaman .
3. Untuk mengetahui hubungan lingkungan
perawatan, keadaan anak, sikap perawat, pengalaman orang tua , dukungan
keluarga, status ekonomi keluarga dengan tingkat kecemasan orang tua yang
anaknya dirawat diruang rawat inap anak RSUD Pariaman.
2. TAHAP PENELITIAN
Jenis penelitian
ini adalah
Deskriptif
Analitik, yaitu mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat
kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang rawat inap anak RSUD
Pariaman, Sedangkan desain penelitiannya adalah dengan pendekatan Crossectional, yaitu variabel independen dan
variabel dependen dikumpulkan dalam
waktu yang bersamaan dan hasilnya dapat memberikan hubungan antara dua variabel
tersebut (Notoatmodjo, 2005).
Penelitian ini dilakukan pada orang oang tua anak yang
dirawat di ruang rawat inap anak RSUD Pariaman dengan Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan
kebetulan bertemu atau tersedia (Notoatmojo,2005). Yaitu berdasarkan lama waktu
penelitian selama 1 bulan di mulai dari tanggal 11 Maret - 8 April 2010
didapatkan jumlah responden sebanyak 48 orang.
Sebelum
pengumpulan data dan penelitian sebelumnya peneliti melakukan uji coba
kuesioner terlebih dahulu kepada responden berdasarkan atas pertanyaan yang
akan di tanyakan sekaligus secara observasi kepada responden. Setelah proses
itu selesai peneliti kemudian melakukan penelitian langsung kepada
responden. Penelitian ini dilakukan pada
saat orang tua menunggu anaknya dirawat. Klien diberikan penjelasan tentang tujuan
dari penelitian ini. Klien yang yang bersedia menjadi responden membubuhkan
tanda tangan pada format informed
consent
yang telah disediakan sebagai bukti kesediaanya, kemudian klien diberi
penjelasan tentang cara pengisian kuesioner Hamilton Rating Scale
For Anxigty (HRS-A). Alat ukur ini digunakan untuk mengetahui klien
mengalami kecemasan. Kemudian klien diminta untuk menjawab pertanyan berupa
kuesioner yang berisi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan
orang tua anak yang dirawat yaitu lingkungan perawatan anak, keadaan anak,
sikap perawat, pengalaman orang tua, dukungan keluarga dan status ekonomi
keluarga.
Pengolahan data
menggunakan analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi faktor-faktor
yang berhubungan dengan kecemasan orang tua dan Analisa bivariat merupakan
analisis untuk memperlihatkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen. Untuk menguji hipotesa apakah ada hubungan antara variabel dependen
dengan variabel independen, digunakan uji Chi-Square. Dalam mengambil keputusan uji statistik digunakan batas
bermakna 0,05 dengan ketentuan : bermakna bila P ≤ 0,05 dan tidak bermakna jika P ≥ 0,05.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
No
|
Keadaan Anak
|
Tingkat Kecemasan Orang Tua
|
Jumlah
|
OR
CI.95%
|
p.
Value
|
||||
Sedang
|
Ringan
|
||||||||
n
|
%
|
N
|
%
|
n
|
%
|
||||
1.
|
Kurang baik
|
19
|
73,1
|
7
|
26,9
|
26
|
100
|
7,238
(2,018-25,961)
|
0,004
|
2.
|
Baik
|
6
|
27,3
|
16
|
72,7
|
22
|
100
|
||
Jumlah
|
25
|
52,1
|
23
|
47,9
|
48
|
100
|
1.
Hubungan Lingkungan Perawatan Anak dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
2. Hubungan Keadaan Anak dengan Tingkat Kecemasan Orang
Tua
Tabel 5.9
Hubungan Keadaan Anak Dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 201
Hasil analisa hubungan antara keadaan anak dengan tingkat
kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 19 (73,1 %) responden dengan keadaan
anak yang kurang baik mengalami kecemasan sedang. Sedangkan diantara responden
yang keadaanya baik diperoleh sebanyak 6 (27,3 %) responden yang mengalami
kecemasan sedang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,004 maka dapat
disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat kecemasan orang tua antara keadaan
anak yang kurang baik dengan keadaan anak yang baik yang berarti ada hubungan
yang signifikan antara keadaan anak dengan tingkat kecemasan orang tua. Hasil
analisa diperoleh pula nilai OR = 7,238 artinya keadaan anak yang kurang baik
mempunyai peluang 7,238 kali untuk dapat terjadinya kecemasan sedang dibanding
dengan keadaan anak yang baik.
3. Hubungan Sikap Perawat dengan Tingkat Kecemasan Orang
Tua
Tabel 5.10
Hubungan Sikap Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 2010
No
|
Sikap Perawat
|
Tingkat Kecemasan Orang Tua
|
Jumlah
|
OR
CI.95%
|
p.
Value
|
||||
Sedang
|
Ringan
|
||||||||
n
|
%
|
N
|
%
|
n
|
%
|
||||
1.
|
Negatif
|
17
|
68,0
|
8
|
32,0
|
25
|
100
|
3,984
(1,199-13,242)
|
0,044
|
2.
|
Positif
|
8
|
34,8
|
15
|
65,2
|
23
|
100
|
||
Jumlah
|
25
|
52,1
|
23
|
47,9
|
48
|
100
|
Hasil analisa hubungan antara sikap perawat dengan
tingkat kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 17 (68,0 %) responden dengan
sikap perawat yang negatif mengalami kecemasan sedang. Sedangkan diantara
responden yang sikap perawat positif diperoleh sebanyak 8 (34,8 %) responden
yang mengalami kecemasan sedang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,044
maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat kecemasan orang tua
antara sikap perawat yang negatif dengan sikap perawat yang positif yang berarti
ada hubungan yang signifikan antara sikap perawat dengan tingkat kecemasan
orang tua. Hasil analisa diperoleh pula nilai OR = 3,984 artinya sikap perawat
yang negatif mempunyai peluang 3,984 kali untuk dapat terjadinya kecemasan
sedang pada orang tua dibanding dengan sikap perawat yang positif.
4. Hubungan Pengalaman Orang Tua dengan Tingkat Kecemasan
Orang Tua
Tabel 5.11
Hubungan Pengalaman Orang Tua Dengan Tingkat Kecemasan
Orang Tua
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 2010
No
|
Pengalaman Orang Tua
|
Tingkat Kecemasan Orang Tua
|
Jumlah
|
OR
CI.95%
|
p.
Value
|
||||
Sedang
|
Ringan
|
||||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
||||
1.
|
Pernah
mengalami pengalaman buruk
|
18
|
72,0
|
7
|
28,0
|
25
|
100
|
5,878
(1,692-20,421)
|
0,010
|
2.
|
Tidak pernah
mengalami pengalaman buruk
|
7
|
30,4
|
16
|
69,6
|
23
|
100
|
||
Jumlah
|
25
|
52,1
|
23
|
47,9
|
48
|
100
|
Hasil analisa hubungan antara pengalaman orang tua dengan
tingkat kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 18 (72,0 %) responden yang
pernah mengalami pengalaman buruk mengalami kecemasan sedang. Sedangkan
diantara responden yang tidak pernah mengalami pengalaman buruk diperoleh
sebanyak 7 (30,4 %) responden yang mengalami kecemasan sedang. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0,010 maka dapat disimpulkan ada perbedaan
proporsi tingkat kecemasan orang tua antara yang pernah mengalami kejadian
buruk dengan orang tua yang tidak pernah mengalami pengalaman buruk yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara pengalaman orang tua dengan tingkat
kecemasan orang tua. Hasil analisa diperoleh pula nilai OR = 5,878 artinya
pengalaman orang tua yang pernah mengalami pengalaman buruk mempunyai peluang
5,878 kali untuk dapat terjadinya kecemasan sedang dibanding dengan orang tua
yang tidak pernah mengalami pengalaman buruk.
5. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan
Orang Tua
Tabel 5.12
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan
Orang Tua Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 2010
No
|
Dukungan Keluarga
|
Tingkat Kecemasan Orang Tua
|
Jumlah
|
OR
CI.95%
|
p.
Value
|
||||
Sedang
|
Ringan
|
||||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
||||
1.
|
Nilai rendah
|
21
|
72,4
|
8
|
27,6
|
29
|
100
|
9,844
(2,499-38,776)
|
0,001
|
2.
|
Nilai tinggi
|
4
|
21,1
|
15
|
78,9
|
19
|
100
|
||
Jumlah
|
25
|
52,1
|
23
|
47,9
|
48
|
100
|
Hasil analisa hubungan antara dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 21 (72,4 %) responden dengan
dukungan keluarga yang rendah mengalami kecemasan sedang. Sedangkan diantara
responden yang dukungan keluarganya tinggi diperoleh sebanyak 4 (21,1 %)
responden yang mengalami kecemasan sedang. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p = 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat kecemasan orang
tua antara yang dukungan keluarganya rendah dengan yang dukungan keluarganya
tinggi yang berarti ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga
dengan tingkat kecemasan orang tua. Hasil analisa diperoleh pula nilai OR =
9,844 artinya dukungan keluarga yang nilainya rendah mempunyai peluang 9,844
kali untuk dapat terjadinya kecemasan sedang dibanding dengan orang tua yang
dukungan keluarganya tinggi.
6. Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Tingkat
Kecemasan Orang Tua
Tabel 5.13
Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan
Orang Tua
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 2010
No
|
Status Ekonomi Keluarga
|
Tingkat Kecemasan Orang Tua
|
Jumlah
|
OR
CI.95%
|
p.
Value
|
||||
Sedang
|
Ringan
|
||||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
||||
1.
|
Rendah
|
18
|
69,2
|
8
|
30,8
|
26
|
100
|
4,821
(1,418-16,399)
|
0,022
|
2.
|
Tinggi
|
7
|
31,8
|
15
|
68,2
|
22
|
100
|
||
Jumlah
|
25
|
52,1
|
23
|
47,9
|
48
|
100
|
Hasil analisa hubungan antara status ekonomi keluarga
dengan tingkat kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 18 (69,2 %) responden
dengan status ekonomi keluarga yang rendah mengalami kecemasan sedang.
Sedangkan diantara responden yang status ekonomi keluarganya tinggi diperoleh
sebanyak 7 (31,8 %) responden yang mengalami kecemasan sedang. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0,022 maka dapat disimpulkan ada perbedaan
proporsi tingkat kecemasan orang tua antara yang status ekonomi keluarganya
rendah dengan yang status ekonomi keluarganya tinggi yang berarti ada hubungan
yang signifikan antara status ekonomi keluarga dengan tingkat kecemasan orang
tua. Hasil analisa diperoleh pula nilai OR = 4,821 artinya status ekonomi
keluarga yang rendah mempunyai peluang 4,821 kali untuk dapat terjadinya
kecemasan sedang dibanding dengan orang tua yang status ekonomi keluarganya
tinggi.
Tabel
1
Rata-rata Rasa
Nyeri Sebelum Dan Sesudah Relaksasi
Nafas Dalam Pada Klien Post Sectio Caesaria Di RSUD Padang Panjang
Dari tabel 1 dapat dilihat
rata-rata pengukuran rasa nyeri sebelum relaksasi nafas dalam adalah 25,38
dengan standar deviasi 1,850. Pada pengukuran setelah relaksasi diperoleh
rata-rata rasa nyeri adalah 12,08 dengan standar deviasi 1,891 dari jumlah
responden 13 orang.
Tabel
2
Distribusi Perbedaan
Rasa Nyeri Sebelum Dan Sesudah Relaksasi Nafas Dalam Pada Klien Post Sectio Caesaria Di
RSUD Padang Panjang
Dari tabel 2 terlihat nilai mean perbedaan
rasa nyeri sebelum dan sesudah relaksasi nafas dalam adalah 13,31 dengan
standar deviasi 1,437. Perbedaan ini diuji dengan Uji T berpasangan
menghasilkan nilai P = 0,0005 dengan df = 12 pada α (alpha) 0,05 dan nilai t =
33,397. Jadi Berdasarkan hasil uji t, t hitung = 33,397 (t tabel = 1,78). Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak. berdasarkan Nilai
P, P = 0,000. Karena nilai P < 0,05 maka Ho ditolak.
Berarti terjadi
penurunan rasa nyeri yang signifikan setelah dilakukan relaksasi nafas dalam.
Berarti terdapat perbedaan yang bermakna penurunan nyeri setelah diberikan
relaksasi nafas dalam dibandingkan
sebelum diberikan relaksasi nafas dalam.
Menurut International Association for Study
of Pain
(IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan
yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. (Perry & Potter, 2002)
Dengan adanya
stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan
pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi
tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang
nyeri, maka delta
dan serabut C. Impuls syaraf akan di bawa
sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter
(substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapsis dari saraf
perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf
ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf
sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek
protktif.
Persepsi merupakan
titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan
nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
Persepsi
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat
bereaksi. Dapat digambarkan secara ringkas proses terjadinya nyeri. Dimana stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus,
selanjutnya serabut mentransmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area
limbik. Area ini yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap
nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan
mempersepsikan nyeri.
Dimana
tubuh akan bereaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku
yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
Nyeri dengan intensitas
ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisal menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi
umum. Dimana stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan
respon fisiologis, apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem
parasimpatis akan bereaksi, maka impuls nyeri
ditransmisikan ke medula spinalis menuju ke batang otal dan talamus. Sistem
saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi,
maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku. (Purwandari, 2008).
Hasil penelitian diatas
sesuai dengan teori yang ditemukan oleh Malzack dan Wall 1965 dalam teori Gate
Kontrol, bahwa engan memanipulasi rangsangan pada serat besar dan serat kecil
akan menciptakan mekanisme menutup pintu yang dapat mempengaruhi aktifitas sel
T yang membawa impuls nyeri lebih sedikit diterima otak, sehingga sifat dan
kualitas nyeri yang dirasakan berkurang dan nyeri dirasakan lebih singkat. Bila
tubuh relaks dan nyaman maka klien dapat mengalihkan perhatiannya dari rasa
nyeri untuk beberapa saat maka nyeri berkurang.
Teori diatas juga dikuatkan Caffary 1979, yang
menyatakn bahwa nyeri merupakan pengalaman pribadi yang dikatakan secara lisan
dan merupakan apa saja yang dirasakan seseorang sehingga individu tersebut
mengungkapkan dia merasa sakit (Perry & Potter, 2002).
Menurut Brunner & Suddarth 2002 bahwa teknik
relaksasi dengan menarik nafas dalam klien dengan lambat pasien akan merasakan
energi penyembuhan mengalir ke area yang tidak nyaman dan saat menghembuskan
nafas lambat klien akan merasakan tegangan otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan
sehingga tubuh menjadi relaks dan nyaman.
Menurut Brunner & Suddarth 2002 Penurunan rasa
nyeri ini mempengaruhi simpato adrenal, sehingga hipotalamus tidak mengkatifkan
mekanisme saraf simpatis dan medulla adrenal untuk menghasilkan hormon
epineprin dan non epineprin. Maka terjadi penurunan tekanan darah, frekuensi
nafas, nadi dan keringat.
Selain itu efek pengaliran endorphin dan enkepalin
dalam pembuluh darah menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga terjadi arus
balik vena, curah jantung menurun. Pelebaran ini juga menyebabkan menurunnya
resistansi pembuluh darah yang mempengaruhi kardio vaskular. (Brunner &
Suddarth, 2002).
Penelitian ini juga sejalan dengan Maizulfa (2006)
yang menyatakan bahwa terjadi pengaruh yang signifikan teknik relaksasi terhadap penurunan nyeri
pasca apendiktomi di ruangan bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
analisis dan pembahasan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata-rata rasa nyeri klien Post Sectio Caesaria sebelum
relaksasi nafas dalam adalah 25,38.
2. Rata-rata rasa nyeri klien Post
Sectio Caesaria setelah relaksasi nafas dalam adalah 12,08.
3. Ada perbedaan yang signifikan rasa
nyeri sebelum dan sesudah relaksasi nafas dalam pada klien Post Sectio Caesaria
di Ruang Kebidanan RSUD Padang Panjang dengan P = 0,000.
5. SARAN
Dari hasil penelitian
ini penulis mempunyai beberapa saran yaitu sebagai berikut :
1. Kepada petugas keperawatan di Ruang
Kebidanan RSUD Padang Panjang dalam menangani klien Post Sectio Caesaria dalam
mengatasi/menurunkan rasa nyeri agar secara continue melakukan teknik relaksasi
nafas dalam.
2. Kepada manajemen RSUD Padang Panjang
agar dapat membuat Protap penanganan rasa nyeri pada Klien Post Sectio Caesaria
dengan teknik relaksasi nafas dalam.
3. Kepada para peneliti penulis
berharap hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai data awal untuk kegiatan
penelitian lanjutan tentang penanganan rasa nyeri pada klien Post Sectio
Caesaria.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2005, Manajemen
Penelitian.
Cetakan ke tujuh. PT Reneka Cipta. Jakarta
Brunner & Suddarth. 2002, Textbook of Medical Surgical Nursing. 9th Edition. New York : Lippincott
Depses RI. 2004, Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan, Jakarta
Hidayat. 2002. Dokumentasi
Proses Keperawatan,
Jakarta: EGC
Haryanto. 2006, Efek Teknik Relaksasi Progresif,Jakarta: EGC
Maizulfa. 2006, Pengaruh
Relaksasi Sebelum dan Sesudah Relaksasi pada Pasien Post Apendiktomi, Bukittinggi (Tidak
dipublikasikan)
Nursalam. 2000, Pendekatan
Praktis Metode Riset Keperawatan. Surabaya
Potter & Perry : 2002 Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Purwandari. 2008, Nyeri Dan Kenyamanan. Http/www.Eleaming une.ac.id. KDM I
– PSIK UNEJ
_______________ Nyeri. Http/www.Eleaming une.ac.id. KDM I – PSIK UNEJ
Raharjo Miko,2007. Apa Itu Operasi Caesar,Word Press.com . Jakarta
Rekan Medis. 2007, RSUD
Kota Padang Panjang
Republika, 2007, Apa Itu Operasi Caesar,wwwRepublika.co.id/Jakarta.
Robert Priharjo, 1992. Keperawatan Nyeri Pemenuhan Aktifitas Istirahat Pasien. Seri Keperawatan .Jakarta : EGC
Sugiyono, 1997. Statiska
Untuk Penelitian Kesehatan. Jakarta. Alfabeta
Susanto, 2006, Basic Data Analysis For Health Research Training,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Tamsuri. 2004. Konsep
dan Penatalaksanaan Nyeri.
Jakarta : EGC
Wahyuni, 2005. Pengaruh
Terapi Aktivitas Bermain : Meniup Tiupan Lidah Terhadap Perubahan Pola Nafas
Anak Toddler Dengan Bronkhopneunomia Di Rumah Sakit Islam Cepaka Putih, Jakarta (Tidak dipublikasikan)