Baby Hello Kitty"), auto;}

create name

Profesional Nurse

"Tidak ada satupun di dunia ini, yang bisa di dapat dengan mudah. Kerja keras dan doa adalah cara untuk mempermudahnya."

Sabtu, 20 April 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA YANG ANAKNYA DI RAWAT DI RUANG RAWAT INAP ANAK



ABSTRAK

Hospitalisasi pada pasien anak dapat memberikan dampak psikologis pada orang tua salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan merupakan suatu reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif. Kecemasan akan menimbulkan perubahan perilaku, sehingga orang tua tidak dapat menjaga anaknya dengan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Fakto-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua Yang Anaknya Di Rawat Di Ruang Rawat Inap Anak Accidental Sampling . Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi dengan jumlah responden sebanyak 48 orang. Pengolahan data dilakukan  menggunakan program komputerisasi dan analisis dengan uji chi square.
Hasil penelitian ditemukan 52,1% responden mengalami kecemasan sedang, sebanyak 62,5% responden mengatakan lingkungan perawatan tidak nyaman, 54,2% mengatakan keadaan anaknya kurang baik, 52,1% responden mengatakan sikap perawat negatif, 52,1% responden pernah mengalami pengalaman buruk, 60,4% responden memperoleh dukungan rendah dari keluarga, 54,2% responden memiliki status ekonomi rendah. Berdasarkan uji Chi square dengan derajat kesehatan  p < 0,05 didapatkan hubungan yang bermakna antara lingkungan perawatan anak dengan tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,021 dan OR = 5,200, didapatkan hubungan yang bermakna antara keadaan anak dengan tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,004 dan OR = 7,238, didapatkan hubungan yang bermakna antara sikap perawat dengan tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,044 dan OR = 3,984, didapatkan hubungan yang bermakna antara pengalaman orang tua dengan tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,010 dan OR = 5,878, didapatkan hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,001 dan OR = 9,844, didapatkan hubungan yang bermakna antara status ekonomi keluarga dengan tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p = 0,022 dan OR = 4,821.
Untuk memberikan alternatif pemecahan masalah di atas, disarankan bagi orang tua perlu kesiapan fisik maupun psikologis dalam menghadapi perawatan anak di rumah sakit serta pelayanan yang baik dari petugas kesehatan di rumah sakit.


 1.        PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Kecemasan merupakan suatu reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif. Kecemasan merupakan istilah yang menggambarkan keadaan keprihatinan, kesulitan, ketidakpastian, dan ketakutan yang terjadi akibat ancaman yang nyata atau dirasakan yang merupakan manifestasi langsung dari stres kehidupan dan sangat erat hubungannya dengan pola kehidupan (Isaacs A 2004, p.49).
Setiap individu akan mengalami tingkat kecemasan yang berbeda terhadap stimulus yang sama. Tingkat kecemasan yang dialami tergantung pada jenis perlakuan yang diterima dan kemampuan dalam mengadaptasi diri (Maryani T 2009, p.2).
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang terencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Kecemasan memang sering terjadi pada anak, dianggap normal bila frekuensi dan intensitasnya tidak mengganggu kehidupan normal anak. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan kecemasan (Supartini 2004, p.188).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya di rumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan tidak mengalaminya karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahannya.
Menurut Wong (2001) populasi anak yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang sangat dramatis. Persentase anak yang dirawat di rumah sakit saat ini mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian pada tahun-tahun sebelumnya. Mc Cherty dan Kozak mengatakan hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami hospitalisasi. Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45%   lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Hikmawati U 2000, p.13).  
Hasil penelitian Tye dkk (2002) ditemukan bahwa 39,6% orang tua mengalami distres tingkah laku dan peningkatan tekanan darah dalam menghadapi perawatan anak di rumah sakit. Sedangkan di Indonesia sendiri belum ada penelitian berskala nasional mengenai kecemasan orang tua dalm menghadapi perawatan anak di rumah sakit (Maryani T 2009, p.3).
Berdasarkan masalah yang terjadi diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di rumah Sakit. Peneliti melakukan penelitian di RSUD Pariaman.
1.2   Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
          Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang rawat inap anak RSUD Pariaman tahun 2010.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahuai distribusi frekuensi lingkungan perawatan anak, keadaan anak, sikap perawat,  pengalaman orang tua, dukungan keluarga, status ekonomi keluarga, sebagai faktor kecemasan orang tua yang anaknya dirawat diruang rawat inap anak RSUD Pariaman
2. Untuk mengetahuai distribusi frekuensi tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat diruang rawat inap anak RSUD Pariaman .
3. Untuk mengetahui hubungan lingkungan perawatan, keadaan anak, sikap perawat, pengalaman orang tua , dukungan keluarga, status ekonomi keluarga dengan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat diruang rawat inap anak RSUD Pariaman. 


2. TAHAP PENELITIAN
  Jenis penelitian ini adalah Deskriptif Analitik, yaitu mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang rawat inap anak RSUD Pariaman, Sedangkan desain penelitiannya adalah dengan pendekatan Crossectional, yaitu variabel independen dan variabel dependen  dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan hasilnya dapat memberikan hubungan antara dua variabel tersebut (Notoatmodjo, 2005).
Penelitian ini dilakukan pada orang oang tua anak yang dirawat di ruang rawat inap anak RSUD Pariaman dengan Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu atau tersedia (Notoatmojo,2005). Yaitu berdasarkan lama waktu penelitian selama 1 bulan di mulai dari tanggal 11 Maret - 8 April 2010 didapatkan jumlah responden sebanyak 48 orang.
Sebelum pengumpulan data dan penelitian sebelumnya peneliti melakukan uji coba kuesioner terlebih dahulu kepada responden berdasarkan atas pertanyaan yang akan di tanyakan sekaligus secara observasi kepada responden. Setelah proses itu selesai peneliti kemudian melakukan penelitian langsung kepada responden.  Penelitian ini dilakukan pada saat orang tua menunggu anaknya dirawat. Klien diberikan penjelasan tentang tujuan dari penelitian ini. Klien yang yang bersedia menjadi responden membubuhkan tanda tangan pada format informed consent yang telah disediakan sebagai bukti kesediaanya, kemudian klien diberi penjelasan tentang cara pengisian kuesioner Hamilton Rating Scale For Anxigty (HRS-A). Alat ukur ini digunakan untuk mengetahui klien mengalami kecemasan. Kemudian klien diminta untuk menjawab pertanyan berupa kuesioner yang berisi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan orang tua anak yang dirawat yaitu lingkungan perawatan anak, keadaan anak, sikap perawat, pengalaman orang tua, dukungan keluarga dan status ekonomi keluarga.
Pengolahan data menggunakan analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan orang tua dan Analisa bivariat merupakan analisis untuk memperlihatkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Untuk menguji hipotesa apakah ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, digunakan uji Chi-Square. Dalam mengambil keputusan uji statistik digunakan batas bermakna 0,05 dengan ketentuan : bermakna bila P ≤ 0,05  dan tidak bermakna jika P ≥ 0,05.

3.     HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
No
Keadaan Anak
Tingkat Kecemasan Orang Tua
Jumlah
OR
CI.95%
p.
Value

Sedang
Ringan
n
%
N
%
n
%
1.
Kurang baik
19
73,1
7
26,9
26
100
7,238
(2,018-25,961)
0,004
2.
Baik
6
27,3
16
72,7
22
100
Jumlah
25
52,1
23
47,9
48
100

1. Hubungan Lingkungan Perawatan Anak dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua

2. Hubungan Keadaan Anak dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Tabel 5.9
Hubungan Keadaan Anak Dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 201
Hasil analisa hubungan antara keadaan anak dengan tingkat kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 19 (73,1 %) responden dengan keadaan anak yang kurang baik mengalami kecemasan sedang. Sedangkan diantara responden yang keadaanya baik diperoleh sebanyak 6 (27,3 %) responden yang mengalami kecemasan sedang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,004 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat kecemasan orang tua antara keadaan anak yang kurang baik dengan keadaan anak yang baik yang berarti ada hubungan yang signifikan antara keadaan anak dengan tingkat kecemasan orang tua. Hasil analisa diperoleh pula nilai OR = 7,238 artinya keadaan anak yang kurang baik mempunyai peluang 7,238 kali untuk dapat terjadinya kecemasan sedang dibanding dengan keadaan anak yang baik.

3. Hubungan Sikap Perawat dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Tabel 5.10
Hubungan Sikap Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 2010
No
Sikap Perawat
Tingkat Kecemasan Orang Tua
Jumlah
OR
CI.95%
p.
Value

Sedang
Ringan
n
%
N
%
n
%
1.
Negatif
17
68,0
8
32,0
25
100
3,984
(1,199-13,242)
0,044
2.
Positif
8
34,8
15
65,2
23
100
Jumlah
25
52,1
23
47,9
48
100


Hasil analisa hubungan antara sikap perawat dengan tingkat kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 17 (68,0 %) responden dengan sikap perawat yang negatif mengalami kecemasan sedang. Sedangkan diantara responden yang sikap perawat positif diperoleh sebanyak 8 (34,8 %) responden yang mengalami kecemasan sedang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,044 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat kecemasan orang tua antara sikap perawat yang negatif dengan sikap perawat yang positif yang berarti ada hubungan yang signifikan antara sikap perawat dengan tingkat kecemasan orang tua. Hasil analisa diperoleh pula nilai OR = 3,984 artinya sikap perawat yang negatif mempunyai peluang 3,984 kali untuk dapat terjadinya kecemasan sedang pada orang tua dibanding dengan sikap perawat yang positif.

4. Hubungan Pengalaman Orang Tua dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Tabel 5.11
Hubungan Pengalaman Orang Tua Dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 2010
No
Pengalaman Orang Tua
Tingkat Kecemasan Orang Tua
Jumlah
OR
CI.95%
p.
Value

Sedang
Ringan
n
%
n
%
n
%
1.
Pernah mengalami pengalaman buruk
18
72,0
7
28,0
25
100
5,878
(1,692-20,421)
0,010
2.
Tidak pernah mengalami pengalaman buruk
7
30,4
16
69,6
23
100
Jumlah
25
52,1
23
47,9
48
100


Hasil analisa hubungan antara pengalaman orang tua dengan tingkat kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 18 (72,0 %) responden yang pernah mengalami pengalaman buruk mengalami kecemasan sedang. Sedangkan diantara responden yang tidak pernah mengalami pengalaman buruk diperoleh sebanyak 7 (30,4 %) responden yang mengalami kecemasan sedang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,010 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat kecemasan orang tua antara yang pernah mengalami kejadian buruk dengan orang tua yang tidak pernah mengalami pengalaman buruk yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pengalaman orang tua dengan tingkat kecemasan orang tua. Hasil analisa diperoleh pula nilai OR = 5,878 artinya pengalaman orang tua yang pernah mengalami pengalaman buruk mempunyai peluang 5,878 kali untuk dapat terjadinya kecemasan sedang dibanding dengan orang tua yang tidak pernah mengalami pengalaman buruk.

5. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Tabel 5.12
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan
Orang Tua Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 2010
No
Dukungan Keluarga
Tingkat Kecemasan Orang Tua
Jumlah
OR
CI.95%
p.
Value

Sedang
Ringan
n
%
n
%
n
%
1.
Nilai rendah
21
72,4
8
27,6
29
100
9,844
(2,499-38,776)
0,001
2.
Nilai tinggi
4
21,1
15
78,9
19
100
Jumlah
25
52,1
23
47,9
48
100


Hasil analisa hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 21 (72,4 %) responden dengan dukungan keluarga yang rendah mengalami kecemasan sedang. Sedangkan diantara responden yang dukungan keluarganya tinggi diperoleh sebanyak 4 (21,1 %) responden yang mengalami kecemasan sedang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat kecemasan orang tua antara yang dukungan keluarganya rendah dengan yang dukungan keluarganya tinggi yang berarti ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan orang tua. Hasil analisa diperoleh pula nilai OR = 9,844 artinya dukungan keluarga yang nilainya rendah mempunyai peluang 9,844 kali untuk dapat terjadinya kecemasan sedang dibanding dengan orang tua yang dukungan keluarganya tinggi.

6. Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Tabel 5.13
Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pariaman
Tahun 2010
No
Status Ekonomi Keluarga
Tingkat Kecemasan Orang Tua
Jumlah
OR
CI.95%
p.
Value

Sedang
Ringan
n
%
n
%
n
%
1.
Rendah
18
69,2
8
30,8
26
100
4,821
(1,418-16,399)
0,022
2.
Tinggi
7
31,8
15
68,2
22
100
Jumlah
25
52,1
23
47,9
48
100


Hasil analisa hubungan antara status ekonomi keluarga dengan tingkat kecemasan orang tua diperoleh sebanyak 18 (69,2 %) responden dengan status ekonomi keluarga yang rendah mengalami kecemasan sedang. Sedangkan diantara responden yang status ekonomi keluarganya tinggi diperoleh sebanyak 7 (31,8 %) responden yang mengalami kecemasan sedang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,022 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat kecemasan orang tua antara yang status ekonomi keluarganya rendah dengan yang status ekonomi keluarganya tinggi yang berarti ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi keluarga dengan tingkat kecemasan orang tua. Hasil analisa diperoleh pula nilai OR = 4,821 artinya status ekonomi keluarga yang rendah mempunyai peluang 4,821 kali untuk dapat terjadinya kecemasan sedang dibanding dengan orang tua yang status ekonomi keluarganya tinggi.
Tabel 1
Rata-rata Rasa Nyeri Sebelum Dan Sesudah  Relaksasi Nafas Dalam Pada Klien Post Sectio Caesaria Di RSUD Padang Panjang
Dari tabel 1 dapat dilihat rata-rata pengukuran rasa nyeri sebelum relaksasi nafas dalam adalah 25,38 dengan standar deviasi 1,850. Pada pengukuran setelah relaksasi diperoleh rata-rata rasa nyeri adalah 12,08 dengan standar deviasi 1,891 dari jumlah responden 13 orang.
Tabel 2
Distribusi Perbedaan Rasa Nyeri Sebelum Dan Sesudah Relaksasi Nafas Dalam Pada Klien Post Sectio Caesaria Di RSUD Padang Panjang

  Dari tabel 2 terlihat nilai mean perbedaan rasa nyeri sebelum dan sesudah relaksasi nafas dalam adalah 13,31 dengan standar deviasi 1,437. Perbedaan ini diuji dengan Uji T berpasangan menghasilkan nilai P = 0,0005 dengan df = 12 pada α (alpha) 0,05 dan nilai t = 33,397. Jadi Berdasarkan hasil uji t, t hitung = 33,397 (t tabel = 1,78).  Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak. berdasarkan Nilai P, P = 0,000. Karena nilai P < 0,05 maka Ho ditolak.
Berarti terjadi penurunan rasa nyeri yang signifikan setelah dilakukan relaksasi nafas dalam. Berarti terdapat perbedaan yang bermakna penurunan nyeri setelah diberikan relaksasi nafas dalam dibandingkan  sebelum diberikan relaksasi nafas dalam.
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. (Perry & Potter, 2002)
Dengan adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka delta dan serabut C. Impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protktif.
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi. Dapat digambarkan secara ringkas proses terjadinya nyeri. Dimana stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentransmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.
Dimana tubuh akan bereaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisal menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Dimana stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi, maka impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menuju ke batang otal dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku. (Purwandari, 2008).
            Hasil penelitian diatas sesuai dengan teori yang ditemukan oleh Malzack dan Wall 1965 dalam teori Gate Kontrol, bahwa engan memanipulasi rangsangan pada serat besar dan serat kecil akan menciptakan mekanisme menutup pintu yang dapat mempengaruhi aktifitas sel T yang membawa impuls nyeri lebih sedikit diterima otak, sehingga sifat dan kualitas nyeri yang dirasakan berkurang dan nyeri dirasakan lebih singkat. Bila tubuh relaks dan nyaman maka klien dapat mengalihkan perhatiannya dari rasa nyeri untuk beberapa saat maka nyeri berkurang.
Teori diatas juga dikuatkan Caffary 1979, yang menyatakn bahwa nyeri merupakan pengalaman pribadi yang dikatakan secara lisan dan merupakan apa saja yang dirasakan seseorang sehingga individu tersebut mengungkapkan dia merasa sakit (Perry & Potter, 2002).
Menurut Brunner & Suddarth 2002 bahwa teknik relaksasi dengan menarik nafas dalam klien dengan lambat pasien akan merasakan energi penyembuhan mengalir ke area yang tidak nyaman dan saat menghembuskan nafas lambat klien akan merasakan tegangan otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan sehingga tubuh menjadi relaks dan nyaman.
Menurut Brunner & Suddarth 2002 Penurunan rasa nyeri ini mempengaruhi simpato adrenal, sehingga hipotalamus tidak mengkatifkan mekanisme saraf simpatis dan medulla adrenal untuk menghasilkan hormon epineprin dan non epineprin. Maka terjadi penurunan tekanan darah, frekuensi nafas, nadi dan keringat.
Selain itu efek pengaliran endorphin dan enkepalin dalam pembuluh darah menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga terjadi arus balik vena, curah jantung menurun. Pelebaran ini juga menyebabkan menurunnya resistansi pembuluh darah yang mempengaruhi kardio vaskular. (Brunner & Suddarth, 2002).
Penelitian ini juga sejalan dengan Maizulfa (2006) yang menyatakan bahwa terjadi pengaruh yang signifikan  teknik relaksasi terhadap penurunan nyeri pasca apendiktomi di ruangan bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata-rata rasa nyeri klien Post Sectio Caesaria sebelum relaksasi nafas dalam adalah 25,38.
2. Rata-rata rasa nyeri klien Post Sectio Caesaria setelah relaksasi nafas dalam adalah 12,08.
3. Ada perbedaan yang signifikan rasa nyeri sebelum dan sesudah relaksasi nafas dalam pada klien Post Sectio Caesaria di Ruang Kebidanan RSUD Padang Panjang dengan P = 0,000.

5. SARAN
           Dari hasil penelitian ini penulis mempunyai beberapa saran yaitu sebagai berikut :
1. Kepada petugas keperawatan di Ruang Kebidanan RSUD Padang Panjang dalam menangani klien Post Sectio Caesaria dalam mengatasi/menurunkan rasa nyeri agar secara continue melakukan teknik relaksasi nafas dalam.
2. Kepada manajemen RSUD Padang Panjang agar dapat membuat Protap penanganan rasa nyeri pada Klien Post Sectio Caesaria dengan teknik relaksasi nafas dalam.
3. Kepada para peneliti penulis berharap hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai data awal untuk kegiatan penelitian lanjutan tentang penanganan rasa nyeri pada klien Post Sectio Caesaria.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2005, Manajemen Penelitian. Cetakan ke tujuh. PT Reneka Cipta. Jakarta

Brunner & Suddarth. 2002, Textbook of Medical Surgical Nursing. 9th Edition. New York : Lippincott

Depses RI. 2004, Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Jakarta

Hidayat. 2002. Dokumentasi Proses Keperawatan, Jakarta: EGC

Haryanto. 2006, Efek Teknik Relaksasi Progresif,Jakarta: EGC

Maizulfa. 2006, Pengaruh Relaksasi Sebelum dan Sesudah Relaksasi pada Pasien Post Apendiktomi, Bukittinggi (Tidak dipublikasikan)

Nursalam. 2000, Pendekatan Praktis Metode Riset Keperawatan. Surabaya

Potter & Perry : 2002 Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Purwandari. 2008, Nyeri Dan Kenyamanan. Http/www.Eleaming une.ac.id. KDM I – PSIK UNEJ
_______________ Nyeri. Http/www.Eleaming une.ac.id. KDM I – PSIK UNEJ

Raharjo Miko,2007. Apa Itu Operasi Caesar,Word Press.com . Jakarta

Rekan Medis. 2007, RSUD Kota Padang Panjang

Republika, 2007, Apa Itu Operasi Caesar,wwwRepublika.co.id/Jakarta.

Robert Priharjo, 1992. Keperawatan Nyeri Pemenuhan Aktifitas Istirahat Pasien. Seri Keperawatan .Jakarta : EGC

Sugiyono, 1997. Statiska Untuk Penelitian Kesehatan. Jakarta. Alfabeta

Susanto, 2006, Basic Data Analysis For Health Research Training, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Tamsuri. 2004. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC

Wahyuni, 2005. Pengaruh Terapi Aktivitas Bermain : Meniup Tiupan Lidah Terhadap Perubahan Pola Nafas Anak Toddler Dengan Bronkhopneunomia Di Rumah Sakit Islam Cepaka Putih, Jakarta (Tidak dipublikasikan)